We Are Same

We Are Same

Selasa, 15 Mei 2012

ANALISA KUALITATIF/KUANTITATIF ZAT ADITIF PADA MAKANAN


Bahan Tambahan Makanan
bahan tambahan makanan
BAHAN PENGAWET DAN BAHAN PEMANIS SINTETIK

A. PENDAHULUAN
Bahan pengawet organik yang banyak digunakan yaitu asambenzoat, ester asam p-hidroksi benzoate, asam salisilat dan lain sebagainya. Sedangkan bahan pemanis sintetik yang banyak digunakan yaitu sakarin, dulsin dan siklamat.
Berikut adalah cara penetapan senywa – senyawa tersebut di atas dan pada umumnya hanya dilakukan analisa kualitatif saja.
Pereaksi
1. NaOH 10 % 9. Anisaldehid
2. HCl (1+3) 10. Petroleum eter
3. Eter 11. H2SO4 (1+3)
4. BaCl2 12. KMnO4 5 %
5. NaNO2 13. NaOH padat
6. NH3 14. KNO2 10 %
7. FeCl3 0.5 % 15. CuSO4 1 %
8. HNO3
Peralatan
1. Labu pemisah
2. Pinggan porselen
3. Pipet Mohr dan Volumetrik; 10 dan 25 ml
4. Penangas air
5. Buret 50 ml
6. Gelas ukur 10 dan 100 ml
7. Waring blender
Persiapan Sampel
a. Padatan atau semi padatan
1. Hancurkan 50 – 100 g bahan dengan 300 – 400 ml air dalam waring blender.
2. Tambahkan NaOH 10 % sampai larutan menjadi alkalis (basa)
3. Biarkan selama 2 jam, kemudian di saring
b. Cairan
1. Ambil 50 – 100 ml sample, tambahkan NaOH 10 % sampai alkalis
2. Saring dengan kapas. Jika sample berkadar gula tinggi, encerkansampai total padatan terlarut 10 – 15 %

Pengujian
Siklamat (sikloheksilsulfamat)
1. Tambahkan 2 g BaCl ke dalam 100 ml filtrate dari persiapan sample. Biarkan 2 menit, kemudian di saring.
2. Asam filtrate dengan 10 ml HCl dan tambahkan 0.2 g NaNO2. Terbentuknya endapan putih BaSO4 menunjukkan adanya sikloheksilsulfamat.

Benzoat, salisilat, sakarin, dulsin dan lainnya
1. Pipet 100 ml atau lebih filtrate dari persiapan sample, masukkan kedalam labu pemisah.
2. Tambahkan HCl (1+3) sampai asam (gunakan kertas litmus sebagai indikator). Tambahkan lagi 5 – 10 ml HCl (1+3).
3. Ekstrak dengan 75 – 100 ml eter. Jika perlu ekstrak kembali lapisan air dengan eter lagi.
4. Cuci ekstrak eter sebanyak 3 kali, masing – masing dengan 5 ml air. Masukkan ekstrak eter ke dalam pinggan porselin.
5. Uapkan eter dalam penangas air. Residu yang dihasilkan mengandung asam benzoat atau eternya, asam salisilat, sakarin, dulsin dan atau bahan terekstrak lainnya.
6. Larutkan residu yang diperoleh dalam air. Jika perlu panaskan sampai 80 – 85 OC selama 10 menit.
7. Larutan yang diperoleh di bagi 3 untuk pengujian selanjutnya (larutan A, B dan C).

a. Pengujian asam benzoat
1. Kedalam larutan A ditambahkan beberapa tetes NH3 sampai larutan menjadi basa.
2. Hilangkan kelebihan NH3 dengan penguapan
3. Larutkan kembali residu dengan air panas, saring bila diperlukan
4. Tambahkan beberapa tetes FeCl3 netral 0.5 %. Terbentuknya endapan Ferribenzoat yang berwarna salmon menunjukkan adanya asam benzoat.

b. Pengujian asam salisilat
Kedalam larutan B ditambahkan 1 tetes FeCl3 netral 0.5 %. Jika ada asam salisilat, maka larutan akan berwarna ungu.
c. Pengujian asam p-hidroksi benzoat dan esternya, sakarin dan atau dulsin
1. Tambahkan basa (NH3 atau NaOH) kedalam larutan C sampai menjadi alkali.
2. Ekstrak larutan dengan menggunakan eter dalam labu pemisah. Dari hasil ekstraksi ini akan diperoleh dua lapisan yaitu lapisan eter (D) dan lapisan air (E)

 Pengujian Dulsin

1. Ekstrak eter (D) dibagi menjadi dua, tempatkan masing – masing ke dalam pinggan porselin. Uapkan eter diatas penangas air.
2. Pada pinggan porselin pertama, basahkan residu dengan HNO3 dan tambahkan 1 tetes air. Terbentuknya endapan jingga atau merah bata menunjukkan adanya Dulsin.
3. Kenakan gas HCl selama 5 menit kedalam residu kering pada pinggan kedua, kemudian tambahkan 1 tetes anisaldehid. Jika mengandung Dulsin akan terbentuk warna merah jingga sampai merah darah.

 Pengujian Sakarin dan Asam p-Hidroksibenzoat

1. Lapisan air yang diperoleh (E) diasamkan, kemudian diekstrak dengan petroleum eter. Akan terbentuk dua lapisan. Lapisan air digunakan untuk pengujian sakarin dan asam p-Hidroksibenzoat.
2. Ekstrak lapisan air yang diperoleh dengan eter, uapkan eter dari ekstrak eter yang diperoleh.
3. Residu yang tinggal dirasakan masis atau tidak dengan indra pencipta, jika manis menunjukkan adanya sakarin (bila kadar sakarin yang ada 20 mg/kg contoh biasanya dapat di uji dengan cara ini).
4. Larutkan residu dalam 15 ml air. Larutan dibagi dua (larutan F 10 ml, dan larutan G 5 ml).
5. Untuk menguji adanya sakarin :
a. Kedalam 10 ml larutan F ditambahkan 2 ml H2SO4 encer (1+3). Panaskan sampai mendidih.
b. Tambahkan sedikit berlebih larutan KMnO4 % sampai terbentuk warna merah jambu yang persisten, dinginkan.
c. Tambahkan kurang lebih 1 g NaOH. Saring, masukkan filtrat ke dalam pinggan porselin. Uapkan sampai kering.
d. Panaskan pada 210 – 215 OC dalam tanur selama 20 menit. Larutkan residu dalam air.
e. Pindahkan larutan ke dalam labu pemisah, asamkan dan ekstrak dengan eter. Uapkan eter.
f. Larutkan residu dalam air. Tambahkan 1 tetes FeCl3 netral 0.5 %. Terbentuknya warna violet menandakan adanya asam salisilat yang dibentuk dari sakarin
6. Untuk menguji adanya asam p-Hidroksibenzoat :
a. Netralkan 5 ml larutan G dengan NH4.
b. Uji dengan pereaksi million. Terbentuknya warna merah mawar menunjukkan adanya asam p-Hidroksibenzoat.

B. NATRIUM BENZOAT : ANALISA KUANTITATIF
Prinsip
Dalam sample yang sudah dijenuhi oleh larutan NaCl, asam benzoate yang ada dalam sample diubah menjadi Natrium Benzoat yang larut air dengan penambahan NaOH.
Jika larutan Natrium Benzoat si asamkan dengan HCl berlebih, akan terbentuk asam benzoate yang larut dalam air yang dapat diekstrak dengan kloroform. Kloroform dapat di hilangkan dengan penguapan, residu yang mengandung asam benzoate dilarutkan dalam alcohol dan dititrasi dengan NaOH standart.
Pereaksi
1. NaCl
2. NaOH 10 %
3. HCl (1+3)
4. Khloroform
5. NaOH 0.05 N
Peralatan
1. Labu takar 500 ml dan 250 ml
2. Labu pemisah 500 ml
3. Buret
Cara kerja
Persiapan sampel
Prosedur Umum
1. Homogenkan sampel, jika padatan atau semi padatan harus digiling terlebih dahulu. Pindahkan 100 g sampel ke dalam labu takar 500 ml.
2. Tambahkan NaCl powder dalam jumlah yang cukup untuk menjenuhkan air yang ada dalam sampel, kemudian buat alkali dengan penambahan larutan NaOH 10 % (periksa dengan kertas litmus).
3. Encerkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh. Kocok merata.
4. Biarkan sedikitnya 2 jam dengan pengocokan berkali – kali secara berkala. Lebih disukai bila dibiarkan semalaman. Saring dengan kertas Whatman No. 4.
5. Jika sampel mengandung banyak lemak yang dapat mengkontaminasi filtrate, tambahkan beberapa ml larutan NaOH ke dalam filtrate, kemudian ekstrak dengan eter sebelum penetapan selanjutnya.
6. Jika sampel mengandung alcohol, perlakuan seperti mempersiapkan sampel cider.
Sampel Saus Tomat
1. Ke dalam 100 g sampel ditambahkan 15 g NaCl dan pindahkan campuran ke dalam labu takar 500 ml, cuci wadah semula dengan lebih kurang 150 ml larutan NaCl januh.
2. Tambahkan NaOH 10 % sampai alkali, kemudian tepatkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh. Biarkan selama sedikitnya 2 jam, kocok setiap selang waktu tertentu, sentrifusa jika perlu, kemudian saring.
“Cider” yang Mengandung Alkohol dan Produk Sejenisnya
1. Ke dalam 250 ml sampel tambvahkan NaOH 10 % sampai alkalis, uapkan pada penangas uap sampai volume larutan menjadi 100 ml.
2. Pindahkan sampel ke dalam labu takar 250 ml, tambahkan 30 g NaCl, kocok sampai larut.
3. Tepatkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh. Biarkan sedikitnya selama 2 jam, kocok secara teratur dan kemudian di saring.
“Jellies”, “Jam”, “Preserves”, dan “Marmalades”
1. Campurkan 100 – 150 g sampel dengan 300 ml larutan NaCl jenuh. Tambahkan 15 g NaCl dan buat larutan menjadi alkali dengan NaOH 10 %.
2. Pindahkan ke dalam labu takar 500 ml dan encerkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh.
3. Biarkan sedikitnya selama 2 jam, kocok teratur, sentrifusa bila perlu dan kemudian disaring.
Penetapan Sampel
1. Pipet 100 ml atau secukupnya (bisa lebih asal tepat) filtrate sampel, masukkan ke dalam labu pemisah. Netralkan dengan penambahan HCl encer (1+3) dan tambahkan lagi 5 ml HCl (sesudah netral)
2. Ekstrak dengan menggunakan kloroform beberapa kali dengan volume kloroform berturut – turut 70, 50, 40 dan 30 ml. untuk mencegah pembentukan emulsi, goyang – goyang secara kontinu setiap kali ekstraksi dengan gerakan rotasi. Lapisan kloroform biasanya memisah dengan mudah sesudah di biarkan beberapa menit.
3. Jika terbentuk emulsi, hilangkan dengan mengocok lapisan kloroform menggunakan gelas pengaduk atau dengan memindahkan dan memisahkan emulsi dengan menggunakan labu pemisah lain atau dengan sentrifusa beberapa menit.
4. Setiap kali ekstraksi selesai, ambil bagian jernih kloroform sebanyak mungkin, usahakan jangan tercampur dengan emulsi. Jika lapisan kloroform yang diperoleh kurang jernih, maka perlu dicuci dengan aquades sampai jernih.
5. Pindahkan seluruh ekstrak kloroform yang di peroleh ke dalam Erlenmeyer 250 ml yang kering, cuci labu pemisah (tempat ekstrak kloroform) dengan 5 – 10 kloroform.
6. Destilasi dengan lambat pada suhu rendah sampai volume ekstrak seperempat dari volume semula. Kemudian uapkan sampai kering pada suhu kamar di atas penangas air sampai tinggal beberapa tetes cairan saja yang tinggal.
7. Keringkan residu semalaman (atau sampai bau asam asetat hilang jika sampelnya adalah saus tomat) dalam desikator yang berisi H2SO4 pekat.
8. Larutan residu asam benzoat dalam 50 ml alkohol netral (cek dengan fenolftalen), tambahkan 12 – 15 ml air dan 1 atau 2 tetes indicator fenolftalen dan titrasi dengan NaOH 0.05 N.

Perhitungan
(1 ml NaOH 0.05 N = 0.0072 g sodium benzoate anhidrat)
Volume larutan
Titer x N NaOH x 144 x yang dibuat pada x 106
ppm sodium persiapan sampel
benzoat an =
hidrat Volume yang diambil x berat sampel x 1000
untuk penetapan

C. ZAT WARNA SINTETIS
Prinsip
Serat wool digunakan untuk analisis zat warna, karena sifatnya yang dapat mengabsorpsi zat warna baik yang asam maupun yang basa. Serat wool dan sutra mengandung protein amfoter yang mempunyai afinitas terhadap asam maupun basa dengan membentuk garam. Dengan mengamati perubahan warna dari benang wool yang telah dicelupkan dalam berbagai pereaksi, jenis zat warna dapat di tentukan.
Pereksi
1. HCl encer (1 + 9)
2. NaOH 10 %
3. HCl pekat
4. H2SO4 pekat
5. NH4OH 12 %
Peralatan
1. Gelas piala
2. Lempeng tetes
3. Pipet tetes
Cara Kerja
1. 30 – 50 ml sampel cairan diasamkan dengan larutan HCl encer. Jika padatan, campur 25 g sampel dengan air dan kemudian homogenkan baru diambil 30 – 50 ml seperti di atas.
2. Masukkan benang wool (± 20 cm) ke dalam larutan, didihkan selama 30 menit.
3. Benang wool di angkat, cuci dengan air dingin.
4. Keringkan, di potong menjadi empat bagian.
5. Tempatkan keempat potongan benang wool di atas lempeng tetes (atau masing – masing potongan dalam satu gelas piala kecil), kemudian masing – masing potongan ditetesi dengan NaOH 10 %, HCl pekat, NH4OH 12 % dan H2SO4 pekat.
6. Amati perubahan warna yang terjadi, bandingkan dengan standart daftar warna.
(Penuntun PratikAnalisis Pangan 1988)


PENETAPAN ZAT TAMBAHAN DALAM MAKANAN

Bahan kimia yang sering di tambahkan , seperti asam benzoat, natrium benzoate, gas belerang dioksida atau kalium metabisulfit sebagai sumber SO2, salisilat, asam borat, formaldehida, garam dapur (NaCl) dan gula.
1. Penetapan Zat Pengawet
a. Penetapan belerang dioksida
Acara 1 :
Penetapan belerang dioksida (SO2)
Tujuan :
Menghitung jumlah belerang dioksida dengan metoda penyulingan – SO2 total.
Alat – alat :
- Alat penyuling
- Gelas piala
- Buret
- Erlenmeyer
- Pembakar gas Bunsen
- Pipet ukur
- Penyambung alat penyuling
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Sari buah, anggur, minuman
- HCl pekat (35 – 37 %)
- Standart iod 0.05 N
- Larutan amilum/pati 0.5 %
Urutan Kerja :
1. Masukkan 25 – 50 ml sampel yang akan dianalisa ke dalam tabung destilasi, tambah dengan 20 ml HCl.
2. Pasanglah alat destilasi dan gelas penampung hasil destilasi yang berisi dengan air sebanyak ± 50 ml dan di tambah indicator kanji 3 – 4 tetes.
3. Pasanglah buret yang berisi larutan iod 0.05 N di atas gelas penampung.
4. Tambahkan larutan iod ke dalam gelas piala setetes demi setetes sampai warna tetap biru. Ujung pendingin harus tetap tercelup pada air dalam gelas penerima.
5. Panaskan labu suling dan lakukan penyulingan.
6. Apabila warna biru berubah saat penyulingan, tambahkan larutan iod dari buret sampai biru kembali.
7. Kalau warna biru tidak berubah selama satu menit, maka penyulingan diakhiri ( dianggap selesai).
8. Catat jumlah larutan iod yang diperlukan untuk meningkatkan gas SO2 yang di bebaskan.

b. Penetapan natrium benzoate
Acara 1 :
Penetapan Na-Benzoat secara kuantitatif
Tujuan :
Menghitung kadar zat pengawet Na-Benzoat yang terdapat dalam suatu bahan.
Alat – alat :
- Neraca analitik
- Mortar
- Labu ukur
- Pipet ukur
- Corong dan kertas saring Whatman no. 4
- Gelas ukur
- Kertas pH
- Erlenmeyer
- Corong pemisah
- Gelas piala
- Buret
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Contoh yang akan dianalisa (makanan dalam kaleng)
- Kloroform
- NaOH 10 %
- NaCl 30 %
- Air suling
- HCl (1 : 3)
- Alkohol (4 : 1)
- Naoh 0.5 N
- Indikator penolptalen
Urutan Kerja :
1. Masukkan 100 g contoh dalam bentuk cairan atau contoh padatan yang telah di haluskan dan kemudian di encerkan sampai 300 ml.
2. Tambahkan 10 ml NaOH 10% dan 10 ml NaCl 30%, kemudian tambah dengan air sampai volume 400 ml dan saring. Kemudian dikocok selama 2 jam dan biarkan.
3. Tambahkan air suling ke dalam labu takar sampai volumenya 500 ml kemudian saring dengan menggunakan kertas Whatman no. 4
4. Pipet 100 ml filtrate (hasil saringan) dalam botol pengocok, lalu netralkan dengan HCl (1 : 3) dan di test dengan kertas pH.
5. Tambahkan 50 ml kloroform dan kocok perlahan – lahan untuk menghindari terbentuknya emulsi.
6. Pindahkan ke dalam botol pemisah dan pisahkan larutannya. Kemudian ambil 25 ml cairan melalui kran (bagian bawah) dan masukkan ke dalam gelas piala. Diamkan beberapa waktu sampai kloroform menguap habis.
7. Larutkan residu dengan 50 ml alcohol (4 : 1), kemudian tambahkan air suling dan titrasi dengan larutan NaOH 0.05 N sampai pH tepat 0.1 atau warna merah jambu dengan menggunakan indicator pheenolpthale.
Perhitungan
1 ml NaOH 0.05 N = 0.0072 g natrium benzoate anhidrat.

c. Penentuan asam salisilat
Acara :
Penentuan asam salisilat secara kualitatif.
Tujuan :
Melakukan pengujian/analisa kualitatif asam salisilat yang terdapat dalam bahan makanan.
Alat – alat
- Erlenmeyer
- Gelas piala
- Pipet ukur
- Sendok porselin
- Penangas air
- Pemanas/lampu spiritus
- Cawan penguapan
Bahan – bahan :
- Bahan yang akan dianalisa (minuman ringan)
- Air suling
- Asam sulfat 4 N
- Larutan Ferriklorida
- Air brom
- Asam asetat
- Spiritus
Urutan kerja :
1. Larutkan 1 bagian contoh dalam 4 bagian air suling, aduk dan bila perlu disaring
2. Ambil kira – kira 50 – 100 ml larutan, kemudian diasamkan dengan asam sulfat encer (4 N)
3. Kemudian kocoklah 2 kali dengan 20 ml petroleum eter
4. Larutan yang telah tercampur baik tersebut, diuapkan eternya pada penangas air sampai potreleum eternya kering
5. Residu di larutkan dalam air dan setengah dari larutan yang di dapat dicampur dengan beberapa tetes larutan ferriklorida
6. Sisanya yang lain dicampurkan dengan air brom
7. Apabila terdapat asam salisilat dalam bahan (contoh) maka dengan ferriklorida akan menjadi berwarna violet yang tidak hilang pada penambahan dengan spiritus atau sedikit asam cuka/asetat
8. Pada penambahan dengan air brom terjadi endapan putih

d. Penentuan asam benzoate
Acara :
Penentuan asam benzoate secara kualitatif
Tujuan :
Melakukan pengujian kualitatif asam benzoate dalam suatu bahan (makanan/minuman)
Alat – alat :
- Gelas piala
- Erlenmeyer
- Corong gelas
- Pipet ukur
- Pemanas/lampu spiritus
- Oven
- Penangas air
- Termometer
Bahan – bahan :
- Bahan yang akan dianalisis
- Air suling
- Asam sulfat 4 N
- Petroleum eter
- Asam nitrat berasap (HNO3 65 %)
- H2SO4 pekat
- KNO3
- Amonia mendidih
- (NH4)2
- (NH4)2S
- Hidroksil amine-HCl
- Kertas saring
Urutan kerja :
1. Satu bagian contoh dilarutkan dalam 4 bagian air, diaduk dan bila perlu disaring.
2. Ambil kira – kira 50 – 100 ml larutan (filtrate) yang kemudian diasamkan dengan asam sulfat 4 N, dua kali dikocok berturut – turut dengan 20 ml dan 10 ml potreleum eter.
3. Larutan yang mengandung potreleum eter tersebut dipanaskan pada penangas air sampai habis menguap.
4. Residu yang tertinggal ditetesi dengan 10 tetes H2SO4 pekat atau dengan 1 tetes asam nitrat berasap (HNO3 65 %) juga dapat digunakan 50 ml KNO3.
5. Kemudian panaskan dengan oven sampai suhu 180 OC selama 3 menit.
6. Setelah dingin cairan dibuat alkalis dengan menambah ammonia dan kemudian di didihkan.
7. Setelah dingin diberi (NH4)2S atau 40 mg hidroksil amine-HCl.
8. Timbulnya warna merah coklat menunjukkan adanya asam benzoate.

e. Penetapan asam borat dan boraks
Acara :
Penetapan asam borat dan asam boraks
Tujuan :
Melakukan pengujian/analisa secara kuantitatif adanya zat pengawet boraks atau asam borat.
Alat – alat :
- Pipet ukur
- Penangas air
- Erlenmeyer
- Cawan pengabuan
- Batang pengaduk
- Pipet tetes
- Pipet volumetric
- Gelas piala
- Kertas saring
Bahan – bahan :
- Contoh yang dianalisa (susu dalam kaleng)
- Asam tumerat
- HCl
- NH4OH
- Air kapur (lime water)
- Air suling
- Kertas pH
Urutan kerja :
1. Buatlah kertas tumerat dari kertas saring yang dicelupkan dalam asam tumerat dan dikeringkan di udara.
2. Asamkan contoh yang akan dianalisa dengan HCL, dengan perbandingan 7 ml HCl dalam 100 ml contoh.
3. Celupkan kertas tumerat tadi ke dalam contoh yang telah diasamkan da diamkan kertas tersebut mongering di udara.
4. Jika terdapat boraks atau asam borat, maka kertas akan berwarna merah.
5. Penambahan NH4OH akan mengubah kertas tumerat tersebut menjadi hijau gelap. Penambahan dilakukan seperti pada HCl.
6. Bandingkan dengan perlakuan blanko.

2. Penetapan Zat Pemanis Buatan
Yang dimaksud dengan zat pemanis buatan adalah zat – zat selain gula yang digunakan untuk memberi atau menambah rasa manis dalam makanan dan minuman, contohnya sakarin, siklamat dan garam – garamnya.
Penambahan itu dilakukan dengan dosis/ukuran yang tertentu, karena dapat mengganggu kesehatan. Pada umumnya zat – zat tersebut termasuk senyawa aromatis serta berupa hablur tidak berwarna atau berwarna putih, tidak berbau atau berbau aromatic lemak, rasanya manis, larut dalam air, sukar larut dalam pelarut organic lemah.
Disamping itu masing – masing zat pemanis buatan mempunyai sifat yang berbeda dengan lainnya, seperti sakarin yang sukar larut dalam air dingin, tapi larut dalam air panas, larut dalam etanol, tapi sukar larut dalam kloroform. Sedangkan natrium siklamat sukar larut dalam etanol dan tidak larut sama selaki dalam kloroform dan dalam eter.
Penyimpanan zat pemanis buatan dilakukan dalam wadah yang tertutup rapat, karena mudah mengikat air yang ada di sekitarnya.
a. Penetapan sakarin
Acara 1 :
Pengujian sakarin secara kualitatif
Tujuan :
Menguji ada atau tidaknya sakarin sebagai zat pemanis buatan dalam makanan/minuman.
Alat – alat :
- Neraca analitik
- Pipet ukur
- Gelas piala
- Pemanas
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Contoh makanan/minuman
- Larutan NaOH (1 : 20)
- Larutan HCl 13 %
- Larutan FeCl3 1 N
- Asam asetat 50 %
- KNO2 10 %
- Larutan CuSO4 1 %
- Air panas
- Petroleum eter
Urutan kerja 1a :
Dengan cara mengubah sakarin menjadi asam salisilat :
1. Masukkan 100 mg contoh ke dalam gelas piala
2. Larutkan dalam 5 ml larutan NaOH (1 : 20)
3. Uapkan sampai kering di atas api kecil dan kemudian didinginkan
4. Larutkan dalam 20 ml HCl 13 % ditambah setetes larutan FeCl3 1 N
5. Amatilah perubahan warna yang terjadi, apabila larutan berwarna violet berarti ada asam siklamat yang terbentuk dari sakarin
Urutan kerja 1b :
Dengan cara “Jorrissen test” :
1. Ambil 50 ml contoh, diasamkan dengan HCl, lalu diekstraksi
2. Hasil ekstraksi yang tidak mengandung petroleum eter dilarutkan dengan sedikit air panas
3. Setelah dingin, ambil 10 ml larutan dan ditambahkan 4 – 5 tetes KNO2 10 %, 4 – 5 tetes asam asetat 50 % dan 1 tetes CuSO4 1 %
4. Jika terdapat asam salisilat, larutan akan berubah menjadi warna merah

Acara 2a :
Penetapan kadar sakarin
Tujuan :
Menghitung jumlah kandungan sakarin sebagai zat pemanis buatan
Alat –alat :
- Neraca
- Oven
- Gelas ukur
- Buret
- Erlenmeyer
Bahan – bahan :
- Contoh yang akan dianalisa (makanan/minuman)
- Larutan NaOH 0.1 N
- Indikator phenolpthalen
Urutan kerja :
1. Ambillah sebanyak 0.3 g contoh yang telah dikeringkan pada suhu 105 OC selama 2 jam dan dilarutka dalam 75 ml air mendidih dan kemudian didinginkan.
2. Titrasi dengan larutan NaOH 0.1 N dengan 3 tetes indicator phenolpthalen.
Perhitungan :
Tiap ml NaOH 0.1 N setara dengan 18.32 mg sakarin
Catatan :
Untuk bahan – bahan yang berwarna perlu disaring terlebih dahulu sehingga penggunaan indicator phenolpthalen dapat terlihat dengan sempurna.

Acara 2b :
Penetapan kadar Na-sakarin
Tujuan :
Menghitung jumlah kandungan Na-sakarin sebagai zat pemanis buatan dalam suatu makanan atau minuman.
Alat – alat :
- Neraca analitik
- Oven
- Pipet ukur
- Buret
- Erlenmeyer
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Contoh (makanan/minuman)
- Asam asetat glacial
- Asam perklorat 0.1 N
- Kristal violet
Urutan kerja :
1. Ambillah 0.3 g contoh yang telah di keringkan pada suhu 120 OC selama 4 jam yang kemudian di larutkan dalam 20 ml asam asetat glacial.
2. Titrasilah dengan asam perklorat 0.1 N dengan 2 tetes larutan kristal violet sebagai indicator, sehingga warna ungu larutan berubah menjadi biru kemudian hijau
3. Buatlah percobaan blanko (tanpa contoh)


Acara 3 :
Pengujian dulsin secara kualitatif
Tujuan
Menguji ada atau tidaknya dulsin sebagai zat pemanis buatan dalam makanan/minuman.
Alat – alat :
- Gelas piala
- Corong
- Erlenmeyer
- Gelas ukur
- Neraca
- Penangas air
Bahan – bahan :
- Contoh (makanan/minuman)
- Larutan H3PO4 25 %
- Kloroform
- Serbuk tragakan
- Larutan asam karbonat
- Larutan merkuri nitrat 1 -2 g HgO yang baru saja dicuci dengan air dan dilarutkan dalam NHO3, tambahkan larutan NaOH (konsentrasi tak penting) sehingga endapan yang terjadi tidak larut lagi, kemudian tambahkan air sampai volume 15 ml cairannya didekantasi dan dapat digunakan.
- PbO2 padat
Urutan kerja :
1. Contoh yang akan diuji dilarutkan dalam 4 bagian berat air dan bila perlu dilakukan penyaringan.
2. Ambillah 50 – 100 ml larutan diasamkan dengan larutan asam phosphate 25 % dan kocok dengan kloroform.
3. Tambahkan 5 – 10 g serbuk tragakan dan kocok kuat – kuat.
4. Tuangkan cairannya ke dalam gelas piala dan kemudian uapkan.
5. Sisa penguapan yang diperoleh dilarutkan dengan larutan asam karbonat encer dan kemudian disaring.
6. Filtratnya diuapkan sampai kering, suspensikan sisa penguapan 5 ml dan 4 tetes merkuri nitrat.
7. Panaskan 5 – 10 menit di atas penangas air dan tambahkan sedikit PbO2.
8. Amati perubahan warna yang terjadi, jika warna menjadi violet berarti ada dulsin.

Acara 4 :
Penetapan kadar natrium siklamat
Tujuan :
Menghitung jumlah kandungan natrium siklamat dalam suatu bahan makanan/minuman.
Alat – alat :
- Neraca
- Oven
- Pipet ukur
- Buret
- Erlenmeyer
Bahan – bahan :
- contoh makanan/minuman
- Asam asetat glacial
- Asam perkhlorat
- Larutan kristal violet
Urutan kerja :
1. Ambillah 0.3 g contoh yang sudah di keringkan pada suhu 120 OC selama 4 jam dan masukkan ke dalam Erlenmeyer.
2. Larutkan dengan 20 ml asam asetat glacial.
3. Lakukan titrasi dengan asam perkhlorat 0.1 N dan menggunakan 2 tetes kristal violet sebagai indicator.
Perhitungan :
1 ml asam perkhlorat 0.1 N setara dengan 20.12 mg natrium siklamat (C6H12NNaO3S)


3. Penetapan Zat Warna Tambahan
Yang dimaksud dengan zat warna tambahan dalam bahan makanan adalah zat warna yang bukan zat warna asli bahan makanan. Zat tersebut ditambah dalam makanan agar warna makanan lebih menarik. Zat warna tambahan disebut juga zar warna sintetis, sebagai contoh, amaranth, erythresine, saffranine dan lainnya.
Pada umumnya untuk mengetahui kandungan zat warna dalam bahan makanan/minuman dilakukan analisa secara kualitatif yang pada prinsipnya menguji larutan makanan dengan benang wool putih yang tidak berlemak. Setelah diketahui bahwa dalam makana/minuman terdapat bahan pewarna tambahan, dilanjutkan pengujian dengan larutan asam dan larutan basa. Sehingga dengan demikian dapat diketahui apakah zat warna tambahan dalam suatu makanan/minuman itu termasuk zat warna tambahan yang memenuhi persyaratan dalam makanan/minuman.
Untuk mengetahui kadar atau dosis zat warna tambahan yang digunakan jarang sekali dilakukan analisanya. Hal ini disebabkan karena penambahannya hanya sebagai bahan untuk memperindah atau menarik selera konsumen atau dengan kata lain penambahan tersebut dilakukan secukupnya saja sesuai dengan selera. Penambahan yang terlalu banyak akan mengakibatkan warna menjadi jelek dan mempengaruhi rasa. Analisa zat warna yang lebih teliti dilakukan secara khromatografi.
Acara :
Pengujian zat warna tambahan
Tujuan :
Mengetahui ada tidaknya zat warna yang ditambahkan dalam makanan/minuman.
Alat – alat :
- neraca analitik
- Gelas piala
- Gelas ukur
- Pemanas
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Contoh makanan/minuman yang berwarna (jam, saus tomat, sirup, minuman ringan)
- Larutan KHSO3 10 %
- Larutan HCl pekat
- Larutan H2SO4 pekat
- Larutan NaOH 10 %
- Larutan NH4OH 10 %
- Benang wool putih yang tidak berlemak
Urutan kerja :
1. Masukkan ± 50 ml contoh ke dalam gelas piala dan tambahkan 5 ml larutan KHSO3 10 % dan masukkan pula ± 10 cm benang wool putih yang tidak berlemak.
2. Didihkan campuran tersebut selama 10 menit dan kemudian didinginkan.
3. Setelah dingin angkat benang wool dan cuci dengan air suling dan kemudian dikeringkan.
4. Amati warna yang terbentuk, apabila benanf wool berwarna, berarti ada zat warna tambahan.
5. Benang wool dipotong – potong dan potongan tersebut ditetesi dengan NH4OH 10 %. Jika berubah menjadi hijau kotor berarti menunjukkan adanya zat warna alam. Jika terbentuk warna lain, maka kemungkinan terdapat zat warna tambahan.
6. Ambil 3 potong benang wool lainnya yang masing – masing diuji dengan 1 – 2 tetes HCl pekat, H2SO4 pekat dan larutan NaOH 10 %.
7. Amati perubahan – perubahan warna yang terjadi pada setiap potong benang wool.
















NAMA            : IKA NUR DIANA FADHILAH
KELAS           : XI AKM 1
NO. ABSEN    : 14

ZAT ADITIF PADA MAKANAN

A. PENGERTIAN ZAT ADITIF
Zat aditif pada makanan atau disebut juga bahan tambahan makanan menurut pengertian dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingreditas (komposisi) khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatannya, dan untuk menghasilkan dan mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Zat aditif pada makanan tersebut tidak boleh digunakan untuk menutupi kerusakan dari makanan.

B. FUNGSI ZAT ADITIF
Zat aditif yang ditambahkan pada makanan bukanlah masalah baru. Sejak zaman prasejarah, menusia telah menggunakan garam untuk mengawetkan ikan dan daging. Rempah – rempah sudah digunakan pada masa Mesopotamia Purba sebagai bumbu dan pengharum makanan. Peralihan masyarakat agraris menjadi masyarakat industri serta semakin meningkatnya proses urbanisasi telah meningkatkan penggunaan zat aditif pada makanan.
Pada zaman modern dewasa ini, kompetisi pemasaran menyebabkan kalangan industri memakai lebih banyak zat aditif agar produk makanan mereka lebih lezat dan lebih menarik. Disamping zat aditif yang memang perlu ditambahkan untuk meningkatkan nilai gizi makanan, biasanya lebih banyak lagi zat aditif yang tidak mengandung nilai gizi. Zat yang disebut terakhir ini meliputi zat pewarna, zat penyedap, zat pemanis, zat pengharum dan zat pengawet. Karena zat aditif sangat banyak, orang sering memperingatkan agar kita berhati – hati dengan “makanan yang mengandung zat kimia”. Sudah tentu pemikiran tersebut agak lucu, sebab makanan sendiri adalah zat kimia. Yang perlu diperhatikan adalah beberapa zat kimia tertentu dalam makanan yang mungkin membahayakan kesehatan kita.
Tidak dapat disangkal bahwa zat aditif banyak yangmenguntungkan dan berguna bagi kesehatan. Untuk mencegah penyakit gondok, tubuh kita perlu iodine yang cukup sehingga garam dapur (NaCl) perlu ditambahi kalium iodide (Kl) atau kalium iodat (KlO3).
Jika kita banyak memakan bahan segar dari alam, mungkin tubuh kita tidak memerlukan vitamin tambahan. Akan tetapi, pada zaman modern ini makin banyak makanan yang diproses oleh pabrik dan pengolahannya sering mengurangi vitamin yang dikandung makanan tersebut. Oleh karena itu, pada makanan produk industri perlu ditambahkan vitamin tertentu. Misalnya, vitamin A ditambahkan pada margarin, vitamin B1 pada beras, vitamin C pada minuman botol dan vitamin D pada susu.

C. JENIS – JENIS ZAT ADITIF SERTA BAHAYA DAN KERUGIANNYA
Untuk zat aditif alami (dari alam) tidak banyak menimbulkan bahaya bagi kesehatan, sedangkan untuk zat aditif sintetis sering menimbulkan resiko bagi kesehatan.
1. Pemakaian Penyedap Rasa
Penyedap rasa yang umum digunakan adalah Vetcin atau Mono Sodium Glutamat (MSG) merupakan garam dari asam glutamat yang merupakan asam amino yang sering terdapat pada hasil fermentasi pembuatan kecap. MSG dibuat dari hasil fermentasi tetes tebu (karbohidrat) dengan bantuan bakteri Micrococcus Glutamicus. Dalam jumlah yang wajar tidak menimbulkan risiko, tetapi jika dalam jumlah yang berlebih MSG dapat menimbulkan gejala “Chinese Restaurant Syndrome” yaitu gejala dengan adanya rasa haus, sesak nafas, letih atau sakit kepala. Di Negara maju MSG masih dipertentangkan, hanya tidak boleh untuk makanan bayi dibawah 3 bulan.


2. Pemakaian Pemanis Sintetis
Untuk mencegah kegemukan, kini banyak dipakai pemanis yang tidak berkalori sebagai pengganti gula. Pemanis yang paling banyak digunakan dalam makanan dan obat – obatan adalah sakarin yang manisnya 500 kali gula dan natrium siklamat yang manisnya 50 kali gula. Akan tetapi, sejak dasawarsa 1970-an badan FDA di Amerika Serikat telah melarang penggunaan natrium siklamat yang dicurigai sebagai penyebab kanker.
Pada permen, kini banyak digunakan sorbitol, yaitu suatu senyawa polihidroksi yang mengandung kalori sama dengan gula. Dibandingkan gula, keunggulannya adalah tidak terurai dalam mulut sehingga tidak merusak gigi. Akan tetapi, pemakaian sorbitol yang terlalu banyak dapat menimbulkan diare
Tingkat kemanisan aspartan 200 kali gula. Banyak digunakan untuk mengganti gula pada penderita diabetes dan yang melakukan diet.

3. Pemakaian Pewarna
Zat pewarna dimaksudkan untuk membuat makan lebih menarik sehingga diharapkan nafsu makan bertambah dan dari segi bisnis makanan semakin laris. Zat pewarna yang diperoleh dari nabati (tumbuhan) umumnya tidak menimbulkan efek samping, misalnya warna merah dari tomat, kuning dari kunyit, oranye dari wortel, hijau dari daun suji atau pandan dan lain sebagainya. Ada juga zat warna yang berfungsi sebagai vitamin tambahan, misalnya β – karoten dari wortel yang dipakai untuk mewarnai mentega atau margarine. Tubuh kita akan mengubah β - karoten menjadi vitamin A. akan tetapi, kebanyakan zat warna hanya berfungsi untuk estetika dan tidak mengandung nilai gizi.
Dalam bidang industri kini makin banyak dipakai zat pewarna sintetik, karena zat pewarna alami mudah memudar dan kurang cemerlang warnanya. Sudah tentu zat – zat sintetik ini tidak boleh membahayakan kesehatan. Di Amerika Serikat, badan FDA ( Food and Drug Administration) telah melarang pemakaian beberapa zat pewarna makanan yang terbukti bersifat karsinogen (penyebab kanker).
Pewarna yang dugunakan oleh Depkes RI dikelompokkan :
a. Pewarna alami : β – karoten, khlorophyl, kurkumin, caramel.
b. Pewarna sintetis : tartazin, karmoisin, biru berlian, teritrosin,
indigotin, sunset yellow FCF, hijau FCF, poncean 4R dan lain sebagainya.
Pewarna sintetis yang diizinkan jika digunakan dalam jumlah wajar, tidak menimbulkan risiko. Tetapi ada beberapa pewarna sintetis dalam jumlah berlebih akan menyebabkan kanker kandung kemih dan kelainan pada ginjal.
Pewarna yang dilarang Depkes RI adalah pewarna sintetis untuk tekstil, tetapi disalah gunakan (dipakai untuk makanan). Misalnya rhodamin B, auramin, magneta dan lainnya yang banyak dipakai pada terasi, sirup atau makanan tanpa izin Depkes RI. Pewarna ini berbahaya dan akan terakumulasi pada tubuh dan menyebabkan kerusakan pada ginjal, kandung kemih dan kanker.

4. Pemakaian Pengawet
Penambahan zat pengawet pada makanan bertujuan untuk menghambat pertumbuhan jamur atau bakteri serta untuk memperlambat oksidasi yang dapat merusak makanan. Makanan produk industri yang menggunakan minyak tumbuhan atau lemak hewan sangat perlu ditambahi zat pengawet.
Untuk mencegah pertumbuhan jamur dan bakteri, zat pengawet yang banyak dipakai adalah natrium benzoate. Zat itu aman dan tidak berbahaya. Adapun untuk memperlambat oksidasi, sering digunakan dua zat antioksidan yang disebut BHT (butyl hidroksi toluene) dan BHA (butyl hidroksi anisol)
Penelitian akhir – akhir ini menunjukkan bahwa pemakaian BHT sebagai zat pengawet mengandung keuntungan dan kejelekan. BHT dapat menyembuhkan tumor dan membuat awet muda. Akan tetapi, pemakaian BHT yang terlalu banyak juga dapat menimbulkan alergi.
Satu lagi zat yang dibolehkan dipakai sebagai pengawet adalah K-sorbat. Dimana kedua zat ini dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pengawet yang paling aman adalah asam cuka (untuk acar) dan garam (untuk asinan ikan dan telur). Pengawet yang dilarang pemerintah adalah asam salisilat.

5. Pemakaian Pengharum
Zat pengharum pada makanan umumnya merupakan ester yang memberikan aroma buah, seperti amil asetat (pisang), amil valerat (apel), etil butirat (nenas), butyl propionat (rum) dan propil asetat (pear).
Diantara zat aditif pada makanan, zat pengharum ini boleh dikatakan paling aman dan belum pernah terdengar menimbulkan efek samping yang merugikan.

D. BATAS PENGGUNAAN
Batas penggunaan bahan tambahan makanan di atur oleh Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/MENKES/PER/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan.
Batasan penggunaan berdasarka risiko adalah ADI (Acceptable Daily Intake) yaitu batasan yang tidak menimbulkan risiko / bahaya jika dikonsumsi oleh manusia. Perhitungannya dengan menggunakan per kilogram bobot badan.
Zat Aditif Batasan PERMENKES RI per Kg Makanan Batasan ADI per Kg Bobot Makanan:

Zat Adiktif
Batasan PERMENKES RI per kg Makanan
Batasan ADI per kg Bobot Badan
BHA
100 mg-1000 mg
0 – 0,3 mg
BHT
100 mg-1000 mg
0 – 0,125 mg
Asam Asetat
Secukupnya
Tidak ada batasan
Asam Sitrat
5 g – 40 g
Tidak ada batasan
Sakarin
50 mg – 300 mg
-
Siklamat
500 mg – 3 g
-
Aspartam
-
-
Asam Benzoat
600 mg – 1 g
0,5 mg
Asam Sorbat
500 mg – 3 g
0, 25 mg
Beta karoten
100 mg – 600 mg
-
Karamal
150 mg – 300 mg
Tidak ada batasan
Tartrazin
30 mg-300 mg
0-7,5 mg
Karmoisin
50 mg-300 mg
0 -4 mg
Eritrosin
30 mg- 300 mg
0-0,6 mg
MSG
secukupnya
0-120 mg



BAHAYA DAN KERUGIAN ZAT ADIKTIF
Untuk zat adiktif alami (dari alam) tidak banyak menimbulkan bahaya bagi kesehatan, sedangkan untuk zat adiktif sintetis sering menimbulkan resiko bagi kesehatan.
1. Penggunaan Penyedap Rasa.
Penyedap rasa yang umum digunakan adalah vetcin. Vesin atau Mono Sodium Glutamat merupakan garam dari asam glutamate yang merupakan asam amino yang sering terdapat pada hasil fermentasi pembuatan kecap.
HOOC – CH2- CH2 – CH-COONa
NH2
MSG dibuat dari fermentasi tetes tebu(karbohidrat) dengan bantuan bakteri Micrococcus Glutamicus
Dalam jumlah yang wajar tidak menimbulkan resiko, tetapi dalam jumlah berlebih MSG menimbulkan , gejala “Chinese Restaurant Syndrome” yaitu gejala dengan adanya rasa haus, letih atau sakit kepala.
Di Negara maju MSG masih dipertentangkan, hanya tidak boleh untuk makanan bayi dibawah 3 bulan.
2. Penggunaan Pemanis Sintetis
Termasuk pemanis sintetis
a. Dulsin : Tingkat kemanisan dulsin 250 kali gula, pemanis ini dilarang oleh Depkes RI
b.Sakarin : Tingkat kemanisan sakarin 500 kali gula.
c. Siklamat : Tingkat kemanisan siklamat 50 kali gula
d. Aspartam : Tingkat kemanisan Aspartam 200 kali gula.
Pemanis sintetis dengan tingkat kemanisan tinggi, banyak digunakan untuk mengganti gula. Digunakan juga untuk penderita diabetes dan diet.
3. Penggunaan Pewarna
Pewarna yang digunakan oleh Depkes RI dikelompokan :
a. Pewarna alami : beta karoten, khlorophyl, kurkumin, caramel.
b. Pewarna sintetis : Tartrazin, karmoisin, biru berlian, teritrosin, indigotin, sunset yellow FCF, hijau FCF, poncean 4R dan lain-lain
Pewarna sintetis yang diijinkan jika digunakan dalam jumlah wajar, tidak menimbulkan resiko. Tetapi ada beberapa pewarna sintetis dalam jumlah berlebih menyebabkan kanker kandung kemih dan kelainan pada ginjal.
Pewarna yang dilarang Depkes RI adalah pewarna sintetis untuk tekstil tetapi disalahgunakan (dipakai untuk makanan). Contohnya rhodamin B, Auramin, Magenta dan lain-lain yang banyak dipakai pada terasi, sirup atau makanan tanpa ijin Depkes RI. Pewarna ini berbahaya dan akan terakumulasi pada tubuh dan menyebabkan kerusakan pada ginjal, kandung kemih dan kanker.
4. Penggunaan Pengawet.
Pengawet yang diijinkan :
a. Na-benzoat
b. K- sorbet
Kedua senyawa ini dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pengawet yang paling aman adalah asam cuka (untuk acar), Gula(untuk manisan) dan garam (untuk asinan ikan atau telur). Pengawet yang dilarang Depkes RI adalah asam salisilat.


Bahan tambahan makanan (Pengawet) dan analisisnya secara kualitatif dan kuantitatif


Jenis produk makanan saat ini diproduksi tidak hanya memperhatikan zat gizi yang terkandung, melainkan juga mensiasati bagaimana jenis makanan yang dikemas, mudah disajikan, praktis, atau diolah dengan cara modern. Makanan tersebut umumnya diproduksi oleh industri pengolahan pangan dengan teknologi tinggi dan memberikan berbagai zat aditif (bahan tambahan makanan) untuk mengawetkan dan memberikan cita rasa bagi produk tersebut. Makanan siap saji contohnya berupa lauk pauk dalam kemasan, mie instan, nugget, atau juga corn flakes sebagai makanan untuk sarapan.
Adapun pengertian Bahan Tambahan Makanan menurut PERMENKES RI No. 722/MENKES/PER/IX/88 :
Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempuyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan(langsung atau tidak langsung) suatu komponan yang mempengaruhi sifat khas makanan.
Pengertian Pengawet Menurut PERMENKES RI No.722/MENKES/PER/IX/88 :
Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan No. 1168/ Menkes/Per/X/1999 sebagai berikut:
1. Natrium Tetraborat (Boraks)
2. Formalin (Formaldehyde)
3. Minyak nabati yang dibrominasi/brominated vegetable oil
4. Kloramfenikol (Chlorampenicol)
5. Kalium klorat (Potassium Chlorate)
6. Dietil pirokarbonat (Diethyl Pyrocarbonate, DEPC)
7. Nitrofurazon (Nitrofurazon)
8. P- phenetilkarbamida (P- phenethycarbamide, dulcin, 4- ethoxyphenyl uea)
9. Asam salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt)
Berdasarkan Permenkes No. 722/88 terdapat  jenis pengawet yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan, antara lain ;
1 .asam benzoat,
2. asam propionat,
3. asam sorbat,
4. belerang dioksida,
5. etil p-hidroksi benzoat,
6. kalium benzoat,
7. kalium bisulfit,
8. kalium nitrat,
9. kalium nitrit,
10. kalium propionat,
11. kalium sorbat,
12. kalium sulfit,
13. kalsium benzoat,
14. kalsium propionat,
15. kalsium sorbat,
16. natrium benzoat,
17. metil p-hidroksi benzoat,
18. natrium bisulfit,
19. natrium metabisulfit,
20. natrium nitrat,
21. natrium nitrit,
22. natrium propionat,
23. natrium sulfit,
23. nisin,
24.propil -p- hidroksi benzoat.
Daftar pengawet yang aman beserta takaran maksimum yang digunakan :
1. Asam Benzoat : jumlah maksimum digunakan adalah = 1 g/kg
2. Natrium Benzoat : jumlah maksimum digunakan adalah = 1 g/kg
3. Belerang Oksida : jumlah maksimum digunakan adalah = 500 mg/kg
4. Asam Propionat : jumlah maksimum digunakan adalah = 2 g/kg (roti) dan 3 g/kg (keju olahan)
Contoh Efek Samping dari beberapa jenis pengawet :
http://nurfaisyah.web.id/wp-content/uploads/2011/04/contoh-efek-samping2-300x102.png
Salah satu contoh pengawet dan cara analisisnya :
FORMALIN (FORMALDEHID)
Formalin dikenal sebagai (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri.  Seringkali disalahgunakan sebgaia pengawet pada bahan makanan seperti: tahu, bakso, mie basah, kerupuk, ikan kering, Ikan laut yang lama waktu penangkapannya masih dijumpai menggunakan formalin sebagai bahan pengawet.
Adapun rumus strukur dari formalin :
http://nurfaisyah.web.id/wp-content/uploads/2011/04/rumus-struktur-formalin2-300x188.png
Adapun cara analisis formalin secara kualitatif :
http://nurfaisyah.web.id/wp-content/uploads/2011/04/analisis-kualitatif2.png
Formalin dengan adanya asam kromatropat dalam asam sulfat disertai pemanasan beberapa menit akan terjadi pewarnaan violet (Herlich, 1990). Reaksi asam kromatropat mengikuti prinsip kondensasi senyawa fenol dengan formaldehida membentuk senyawa berwarna (3,4,5,6-dibenzoxanthylium). Pewarnaan disebabkan terbentuknya ion karbenium- oksonium yang stabil karena mesomeri (Schunack, Mayer & Haake, 1990).
Di Bawah ini reaksi Formalin dengan Asam Kromatropat :
http://nurfaisyah.web.id/wp-content/uploads/2011/04/reaksidenganasamkromatoprat1.jpg
Senyawa Fluoral P juga dapat digunakan untuk menguji adanya formalin dengan menetesi bahan yang diduga mengandung formalin yang akan menghasilkan suatu senyawa kompleks yang berwarna ungu.
Adapun cara analisis formalin secara kuantitatif :
http://nurfaisyah.web.id/wp-content/uploads/2011/04/analisis-kuantitatif2.png
Formalin juga dapat ditentukan kadarnya secara titrasi asam – basa dengan menambahkan hidrogen peroksida dan NaOH 1 N dan pemanasan hingga pembuihan berhenti, dan dititrasi dengan HCl 1 N menggunakan indikator fenolftalein (Ditjen POM, 1979).
Reaksi :
HCHO + H2O2 → HCOOH + H2O
HCOOH + NaOH → HCOONa + H2O
NaOH + HCl → NaCl + H2O
1 ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 30, 03 mg formalin.












LAPORAN ZAT ADITIF (BTM) PADA MAKANAN

http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:KJU_ro9SG6yCxM:http://timur.jakarta.go.id/v9/images/berita/1248193313.jpgBAB I. PENDAHULUAN
1.1. Dasar Teori
Bahan tambahan secara definitif dapat di artikan sebagai: bahan yang ditambahkan dengan sengaja dan kemudian terdapat dalam makanan sebagai akibat dari berbagai tahap budi daya, pengolahan, penyimpana, maupun pengemasan pada kenyataanya berbagai bahan tambahan yang di sekarang merupakan modifikasi bahan-bahan yang secara alamiah ada dalam bahan makanan sebelumnya (slamet sudarmadji)
Adapun tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah untuk :
1. mempertahankan atau memperbaiki nilai gizi makanan misalnya vitamin, iodine, besi, asam amino.
2. mempertahankan kesegaran bahan terutama untuk menghambat kerusakan bahan oleh mikroorganisme. Contohnya natrium nitrit, anti oksidan, BHA (butilated hidroksi anisol) BHT (butilared hidroksid trisol).
3. membantu mempermudah pengolahan dan persiapan contohnya pengemulsi, penstabil, pengental, pengembang.
4. membantu memperbaiki kenampakan atau aroma makanan contohnya pewarna makanan.

Dan adapun jenis bahan tambahan makanan antara lain:
1. berdasarkan asal bahan
a. bahan alami
b. bahan identik alami
c. bahan sintetis
2. berdasarkan cara penambahan
a. sengaja di tambahkan
b. tidak sengja di tambahkan
3. berdasarkan aturan penggunaan
a. aman (generally recognized as safe = GRAS)
b. memakai aturan penggunaan (non- GRAS)

di bawah ini ada beberapa contoh bahan tambahan makanan yang di pakai dalam industri pangan yaitu:
A. Zat Pengikat Logam.
Zat pengikat logam atau sekuestran merupakan bahan penstabil yang di gunakan dalam berbagai pengolahan bahan makanan. Sekuestran dapat mengikat logam dalam bentuk ikatan komlpeks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam tersebut dalam bahan. Dengan demikian senyawa ini dapat membantu menstabilkan warna, cita rasa dan tekstur.
Logam terdapat dalam bahan alami dalam bentuk senyawa komplek misalnya Mg dalam klorofil, Fe sebagai feritin, riutin, porfirin, serta hemoglobin; Co sebagai vitamin B12 ; Cu, Zn, dan Mn dalam berbagai enzim. Ion-ion logam ini dapat terlepas dari ikatan kompleksnya karena hidrolisis maupun degradasi. Ion logam bebas mudah bereaksi dan mengakibatkan perubahan warna, ketengikan, kekeruhan maupun perubahan rasa. Sekuestran akan mengikat ion logam sehingga mennjaga kesetabilan bahan.
Molekul atau ion dengan pasangan electron bebas dengan mengkompleks ion logam. Karena inilah senyawa-senyawa yang mempunyai dua atau lebih gugusan fungsional seperti –OH, -SH, -COOH, -PO3H2-C=0, -NR2, -S- dan –o- dapat mengkelat logam dalam lingkungan yang sesuai. Sekuestran yang paling sering di gunakan dalam bahan makanan adalah asam sitrat dan turunanya, fosfat, dan garam etilendiamintetraasetat (EDTA).
Proses pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan kompleks ion logam dengan sekuestran. Secara umum keseimbangan itu dapat di tulis sebagai berikut:
H+S LS


Ligan atau sekuestran dapat berupa senyawa organic seperti asam sitrat, EDTA, maupun senyawa oganik seperti polifosfat.
Untuk memperoleh ikatan metal yang stabil, di perlukan ligan yang mampu membentuk cincin 5-6 sudut dengan sebuah ligam, misalnya ikatan antara EDTA dengan Ca. ion logan terkoordinasi dengan pasangan electron dari atom-atom nitrogen EDTA dan juga dengan keempat gugus karboksil yang terdapat pada molekul EDTA.


Selain susunan ruang dan konfigurasi ligan yang sesuai dengan ion logam, pH juga mempengaruhi pembentukan ikatan. Gugus asam karboksilat yang tak terionisasi bukanlah donor electron yang baik, sebaliknya ion karboksil merupakan donor yang baik. Kenaikan pH menyebabkan terdisosiasinya gugus karboksil sehingga meningkatkan efisiensi pengikatan logam.
Sekuestran atau ligan dapat menghambat proses oksidasi. Senyawa ini merupakan sinergik antioksidan karena dapat menghilangkan ion-ion logam yang mengkatalis proses oksidasi. Dalam penggnaan sekuestran sebaiknya sinergik antioksidan harus di perhatikan kelarutanya. Asam dan ester-ester sitrat (20-30 ppm) dengan propilen glikol larut dalam lemak, sehingga efektif sebagai sinergil pada semua lemak. Sebaliknya Na2EDTA dan Na2Ca-EDTA hanya sedikit larut dalam lemak., dan karena itu kurang efektif dalam lemak murni; tetapi garam-garam EDTA (500 ppm) sangat efektif sebagai anti oksidan dalam system emulsi karena adanya fase air yang kontinyu. Misalnya untuk mayonnaise, margarin, dan lain-lain.
Pemambahan sekuestran pada sayuran sebelum di blansir dapat mencegah perubahan warna yang di sebabkan oleh logam. Demikian juga sekuestran dapat melepas ion Ca dari pectin dinding sel sehingga menyebabkan sayur menjadi lunak.
Asam sitrat dan fosfat yang di gunakan dalam minuman selain berfungsi sebagai asidulan (pengasam) juga berguna untuk mengikat logam yang dapat mengkatalis oksidasi komponen cita rasa dan warna. Daam minuman hasil fermentasi malt, pengkelat akan mengkompleks Cu. Cu bebas akan mengakibatkan oksidasi senyawa polifenol yang kemudian dengan protein menyebabkan kekeruhan.
Penggunaan EDTA yamg berlebihan dalam bahan makanan akan menyebabkan tubuh kekurangan Ca dan mimeral lain. Hal ini di sebabkan EDTA sangat efektif mengkelat ion logam. Karena itu dslsm garam EDTA di tambahkan juga Ca dalam bentuk garam EDTA dari Na dan Ca.
B. Zat Pemanis Sintetik.
Zat pemanis sintetik merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebnut, sedangkan kalori yang di hasilkanya jauh lebih rendah dari pada gula. Umumnya zat pemanis sintetik mempunyai struktur kimia yang berbeda dengan struktur polihidrat gula alam.
Meskipun telah banyak di temukan zat pemanis sintetik, tetapi hanya beberapa saja yang boleh di pakai dalan bahan makanan. Mula-mula garam Na dan Ca-siklamat yang kemanisanya 30 kali kemanisan sukrosa di gunakan sebagai pemanis. Kemudian penggunaanya di larang di amerika serikat karena diperkirakan bersifat karsinogen.
Di Indonesia penggunaan siklamat masih di ijinkan, tetapi sebenarnya hasil metabolisme siklamat yaitu sikloheksamina merupakan senyawa karsinogenik; pembuangan sikloheksamina merupakan senyawa karsinogenik; pembuangan sikloheksamina melalui urine dapat merangsang tumbuhnysa tumor kandung kemih pada tikus.

NH2
NH- SO2- O-Na
Na-siklamat(Na-silkohekanasulfamat)

walaupun demikian, uji ulang siklamat yang di lakukan terhadap galur tikus dan hamster ternyata menunjukan hasil negatif terhadap sifat merangsang terjaadinya tumor kandung kemih.
Zat pemanis sintetik yang kini banyak di gunakan dalam makanan dan minuman dalah garam Ca- atau Na-sakarin. Penggunaan sakarin tergantung dari intensitas kemanisan yang di kehendaki. Pada konsentrasi tinggi, sakarin akan menimbulkan rasa pahit-getir. Kemanisan sakarin 400 kali lebih besar dari kemanisan larutan sukrosa 10%.
1.2. Tujuan
• mahasiswa dapat menguji ada atau tidaknya sakarin sebagai zat pemanis buatan dalam suatu makanan atau minuman



BAB II. METODOLOGI
2.1. Alat dan Bahan

a. alat
1. timbangan
2. pipet ukur
3. gelas piala
4. pemanis
5. pipet tetes

b. bahan
1. contoh (makanan atau minuman)
2. larutan NaOH (1:20)
3. larutan HCL 13%
4. larutan FeCL3 1 N
5. asam asetat 50 %

2.2. langkah kerja

1. analisa sakarin secara kalitatif

1. masukan 25 mg contoh atau 25 ml minuman ke dalam gelas piala.
2. larutkan dalam 1,5 ml larutan NaOH (1:20)
3. uapkan sampai kering di atas pemanas, kemudian dinginkan.
4. larutkan dalam 10 ml HCL 13 %, tambah setetes larutan FeCL3 1N
5. mengamati perubahan warna yang terjadi, apabila larutan berwarna violet berarti a\da asam siklamat yang terbentuk dari sakarin.

2. analisa kualitatif kalsium (Ca)

2.1. ambil 3 ml larutan contoh kemudian masukan ke dalam tabung reaksi.
2.2. tambahkan larutan ammonium oksalat jenuh, maka akan terbentuk endapan putih, jika ke dalam endapan tersebut di tambahkan asam asetat 2 % endapan tidak larut, apabila di tambah dengan larutan asam klorida 2 % endapan akan larut.

3. analisa kualitatif klorida.

1. ambil 5 ml larutan contoh dan masukan ke dalam tabung reaksi.
2. panaskan dengan menambah 2,5 ml kalium permanganat 1 % dan asam sulfat 0,1 N, apabila tercium bau khlor dan akan membirukan kertas yang di tetesi larutan kanji, berarti bahan mengandung khlor.



BAB III. HASIL PENGAMATAN
1. analisa sakarin secara kualitatif
larutan Hasil yang di peroleh
• Larutan salak + larutan NaOH + HCL + FeCl3
• Setelah di campur warna berubah menjadai violet


2. analisa kualitatif kalsium.
Larutan Hasil yang di peroleh
• Larutan pocari sweet + larutan ammonium oksalat + asam asetat 2% + asam klorida 2%
• Sesudah larutan pocari sweet di tambah larutan ammonium oksalat terdapat endapan. Kemudian setelah di tambah asam asetat 2% endapan tidak larut lagi. akan tetapi setalah di tambah larutan asam klorida 2% endapan menjadi larut lagi.


3. analisa kualitatif klorida
larutan Hasil yang di proleh
• Larutan pocari sweet + kalium permanganat 1 % + asam sulfat 0,1 % + larutan kanji
• Sesudah larutan pocari sweet dipanaskan dan di tambahkan kalium permanganat 1 % dan asam sulfat 0,1 N sampai tercium adanya bau khlor akan tetapi setelah di teteskan pada kertas tidak berwarna.
























ZAT ADITIF PADA MAKANAN

PENDAHULUAN
Penggunaan bahan tambahan atau zat
aditif pada makanan semakin meningkat,
terutama
setelah
adanya
penemuan-
penemuan termasuk keberhasilan dalam
mensintesis bahan kimia baru yang lebih
praktis, lebih murah, dan lebih mudah
diperoleh. Penambahan bahan tambahan/zat
aditif ke dalam makanan merupakan hal
yang dipandang perlu untuk meningkatkan
mutu suatu produk sehingga mampu
bersaing di pasaran. Bahan tambahan

tersebut diantaranya: pewarna, penyedap
rasa dan aroma, antioksidan, pengawet,
pemanis, dan pengental (Winarno, 1992).
Secara umum bahan tambahan/aditif
ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1)
aditif sengaja yaitu aditif yang secara
sengaja ditambahkan untuk meningkatkan
konsistensi,
citarasa,
mengendalikan
keasaman/kebasaan, dan memantapkan
bentuk dan rupa; (2) aditif tidak sengaja
yaitu aditif yang memang telah ada dalam

87

JURNAL KIMIA 3 (2), JULI 2009 : 87-92

makanan (walaupun sedikit) sebagai akibat
dari proses pengolahan (Winarno, 1992).
Begitu juga halnya, bahan pengawet
yang ada dalam makanan adalah untuk
membuat makanan tampak lebih berkualitas,
tahan lama, menarik, serta rasa dan
teksturnya lebih sempurna. Penggunaan
bahan pengawet dapat menjadikan bahan
makanan bebas dari kehidupan mikroba baik
yang bersifat patogen maupun non patogen
yang dapat menyebabkan kerusakan bahan
makanan seperti pembusukan (Tranggono,
dkk, 1990). Apabila pemakaian bahan
pengawet tidak diatur dan diawasi,
kemungkinan besar akan menimbulkan suatu
permasalahan terutama bagi konsumen.
Bahan pengawet yang diijinkan hanya bahan
yang
bersifat
menghambat,
bukan
mematikan organisme-organisme pencemar.
Oleh karena itu, sangat penting diperhatikan
bahwa penanganan dan pengolahan bahan
pangan dilakukan secara higinies (Buckle,
et. al., 1985).

Salah satu bahan pengawet yang sering
digunakan dalam makanan adalah asam benzoat
(C6H5COOH). Pengawet ini sangat cocok
digunakan untuk bahan makanan yang bersifat
asam seperti saos tomat. Bahan ini bekerja
sangat efektif pada pH 2,5 – 4,0 untuk mencegah
pertumbuhan khamir dan bakteri. Mekanisme
penghambatan mikroba oleh benzoat yaitu
mengganggu permeabilitas membran sel,
struktur sistem genetik mikroba, dan
mengganggu enzim intraseluler (Branen, et. al.,
1990). Benzoat yang umum digunakan adalah
benzoat dalam bentuk garamnya karena lebih
mudah larut dibanding asamnya. Dalam bahan
pangan, garam benzoat terurai menjadi bentuk
efektif yaitu bentuk asam benzoat yang tidak
terdisosiasi. Bentuk ini mempunyai efek racun
pada pemakaian berlebih terhadap konsumen,
sehingga pemberian bahan pengawet ini tidak
melebihi 0,1% dalam bahan makanan (Winarno,
1992). Seperti penelitian yang dilakukan oleh
Rohadi dan tim peneliti Fakultas Teknologi
Pertanian Semarang, yang melaporkan bahwa
mayoritas saos tomat mengandung pengawet
(benzoat) yang melebihi standar mutu yang

ditentukan (1000 mg/kg), yaitu berkisar 1100 –
1300 mg/kg. Oleh sebab itu maka pada diskusi
ilmiahnya dihimbau agar masyarakat berhati-hati
mengkonsumsi saos tomat. Apabila tubuh
mengkonsumsi bahan pengawet ini secara
berlebih, dapat mengganggu kesehatan, terutama
menyerang syaraf (Rohadi, 20002). Alimi telah
melakukan penelitian tentang pemberian natrium
benzoat kepada tikus mencit selama 60 hari
secara terus menerus dan dilaporkan bahwa pada
pemberian benzoat dengan kadar 0,2%
menyebabkan sekitar 6,67% mencit putih terkena
radang lambung, usus dan kulit. Sedangkan pada
pemberian kadar 4% menyebabkan sekitar 40%
tikus mencit menderita radang lambung dan usus
kronis serta 26,6% menderita radang lambung
dan usus kronis yang disertai kematian (Alimi,
1986).
Melihat kenyataan tersebut maka sangat
perlu dilakukan penelitian tentang kandungan
benzoat pada saos tomat beberapa merk yang
beredar di Kota Denpasar. Pemilihan saos tomat
sebagai obyek penelitian dikarenakan bahwa
saos tomat merupakan konsumsi umum bagi
masyarakat. Disamping itu juga, penambahan
bahan pengawet benzoat pada saos tomat
merupakan suatu hal yang lazim. Analisis
benzoat pada saos tomat dilakukan secara
titrimetri yang sebelumnya diekstraksi dengan
dietil eter

MATERI DAN METODE

Bahan

Material yang digunakan adalah sampel
saos tomat bermerek dan tanpa merek yang
diambil secara acak di pasar-pasar tradisional
yang ada di wilayah Kota Denpasar. Disamping
itu juga digunakan bahan-bahan kimia lainnya
seperti : NaCl, NaOH 10% dan HCl 5%, H2C2O4,
dietil eter, FeCl3, NH3, H2SO4, kertas saring, dan
indikator fenolftalein (pp).

Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk analis
adalah : Neraca analitik, gelas Beaker, labu
Erlenmeyer, pipet volume, buret, labu ekstraksi
pelarut, gelas ukur, pipet tetes, pemanas listrik,
penangas air, dan peralatan penunjang lain.

ISSN 1907-9850

Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan
membagi Kota Denpasar menjadi 3 wilayah
sampling sesuai dengan wilayah kecamatan
yaitu, Denpasar Timur, Selatan, dan Barat.
Setiap kecamatan dipilih 3 (tiga) pasar
tradisional secara acak, yang selanjutnya di
setiap pasar diambil beberapa jenis saos tomat
baik yang bermerek maupun tidak. Total sampel
yang diambil adalah 13 jenis saos tomat dengan
3 jenis saos bermerek dan 10 jenis saos tanpa
merek.

Perlakuan Sampel
Penyiapan sampel
Masing-masing sampel saos tomat
ditimbang dengan neraca analitik sekitar 100 g
dan ditambahkan 15 g NaCl, lalu dimasukkan ke
dalam labu ukur 500 mL. Selanjutnya ke dalam
labu ukur tersebut ditambahkan 150 mL larutan
NaCl jenuh dan NaOH 10% hingga diperoleh
larutan yang bersifat alkalis. Kemudian larutan
tersebut diencerkan dengan larutan NaCl jenuh
sampai tanda batas dan dibiarkan selama 2 jam.
Larutan tersebut dikocok setiap 30 menit dan
selanjutnya disaring dengan kertas saring. Filtrat
yang
diperoleh
kemudian
diekstraksi

Ekstraksi Sampel
Filtrat yang diperoleh pada penyiapan
sampel, dipipet 100,0 mL dan dimasukkan ke
dalam corong pisah, kemudian dinetralkan
dengan penambahan HCl 5% dan ditambahkan
lagi 5 mL HCl sesudah keadaan netral tercapai.
Selanjutnya diekstraksi dengan pelarut dietil eter
beberapa kali dengan volume yang berturut-turut
70, 50, 40, dan 30 mL. Untuk mencegah emulsi,
digoyang-goyang secara kontinyu setiap kali
ekstraksi dengan gerakan memutar/rotasi.
Lapisan dietil eter kemudian ditampung dari
setiap ekstraksi dengan volume pelarut tersebut.
Semua lapisan dietil eter setiap ekstraksi
dikumpulkan dan didistilasi dengan vakum
rotary evaporator pada suhu 30-50oC hingga
ekstrak menjadi pekat. Ekstrak tersebut
kemudian dikeringkan di atas penangas air, lalu
dibiarkan semalam di dalam desikator yang

berisi H2SO4 pekat. Selanjutnya, ekstrak kering
(asam benzoat) tersebut dilarutkan dalam labu
ukur 50 mL dengan akuades sampai tanda batas
(Apriyantono, dkk, 1989).

Uji Kualitatif
Larutan asam benzoat hasil ekstraksi
tersebut diambil sebanyak 10 mL dan
ditambahkan larutan NH3 sampai larutan tersebut
menjadi basa. Larutan tersebut kemudian
diuapkan di atas penangas air. Residu yang
diperoleh, dilarutkan dengan air panas dan
disaring. Selanjutnya, ditambahkan 3-4 tetes
FeCl3 0,5%. Adanya endapan yang berwarna
kecoklatan menunjukkan adanya asam benzoat
(Apriyantono, dkk, 1989).

Uji Kuantitatif
Larutan asam benzoat hasil ekstraksi
dipipet sebanyak 10,0 mL dengan pipet volume,
kemudian dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer 250 mL. Larutan tersebut ditambah
2-3 tetes indikator PP dan selanjutnya dititrasi
dengan larutan NaOH yang telah dibakukan
dengan larutan asam oksalat sampai terjadi
perubahan dari tidak berwarna menjadi merah
muda yang stabil selama 15 detik. Volume
larutan NaOH yang digunakan dicatat.
Pengulangan titrasi dilakukan masing-masing 3
kali (Apriyantono, dkk., 1989).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembakuan Larutan NaOH
Larutan NaOH dibakukan dengan
larutan baku primer asam oksalat 0,0250 M.
Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan.
Dari hasil pembakuan diperoleh bahwa
konsentrasi rata-rata NaOH adalah 0,0504 mol/L

Uji Kualitatif
Untuk mengetahui apakah saos tomat
yang dipilih sebagai sampel mengandung bahan
pengawet benzoat atau tidak, dapat dilakukan
dengan menguji ekstraknya dengan pereaksi
FeCl3. Hasil analisis uji kualitatif tersebut
disajikan pada Tabel 1.

89

JURNAL KIMIA 3 (2), JULI 2009 : 87-92

Tabel 1. Hasil Analisis Uji Kualitatif BenHzoat
Sampel
Pereaksi FeCl3
A
+
B
+
C
+
D
+
E
+
F
+
G
+
H
+
I
+
J
+
K
+
L
+
M
+

Catatan : Sampel A-C adalah saos tomat yang
bermerek;
Sampel D-M adalah saos tomat yang
tidak bermerek.

Data yang ditunjukkan oleh Tabel 1
maka dapat diketahui bahwa semua sos tomat
baik yang bermerek amupun tidak ternyata
semuanya memberikan uji positif. Uji positif
ditunjukkan dengan terbentuknya endapan yang

Tabel 2. Kadar Benzoat pada Sampel saos Tomat
Sampel
Berat Rata-rata (g)

A
100,0006
B
100,0008
C
100,0010
D
100,0010
E
100,0009
F
100,0008
G
100,0009
H
100,0011
I
100,0010
J
100,0008
K
100,0012
L
100,0006
M
100,0009
Catatan : Sampel A-C adalah saos tomat yang bermerek
Sampel D-M adalah saos tomat yang tidak bermerek

Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar
benzoat dalam semua sampel saos tomat
bervariasi antara 600,12 – 1271,86 mg/kg.

berwarna kecolatan setelah direaksikan dengan
pereaksi FeCl3 0,5%. Hal ini berarti bahwa
semua sampel saos tomat mengandung bahan
pengawet benzoat.
Uji kualitatif ini dilakukan adalah untuk
mengetahui ada tidaknya benzoat pada saos
tomat tersebut. Pereaksi yang digunakan pada uji
kualitatif ini adalah FeCl3 yang dapat
membentuk endapan berwarna kecolatan bila
bereaksi dengan benzoat. Endapan yang
terbentuk tersebut adalah Besi(III)benzoat,
[Fe(C6H5COOH)3] (Vogel, 1956). Reaksi yang
terjadi sebagai berikut :

3C6H5COOH + FeCl3 Fe(C6H5COOH)3 + 3HCl

Penentuan Kadar Benzoat
Semua sampel saos tomat yang telah
diekstraksi dengan dietil eter dititrasi dengan
larutan NaOH 0,0504 mol/L.
Setelah
dilakukan
perhitungan-
perhitungan secara kuantitatif, maka kadar
benzoat yang ada dalam setiap sampel saos
tomat disajikan dalam Tabel 2.

Rata-rata Volume
NaOH (mL)
2,15
2,05
1,75
2,46
2,66
3,93
2,67
2,65
2,45
3,65
2,70
2,85
3,55

Kadar Benzoat Rata-
rata (mg/kg)
716,32 ± 7,049
647,13 ± 0,002
600,12 ± 0,001
799,75 ± 0,002
856,73 ± 7,049
1271,86 ± 7,049
852,66 ± 7,051
848,59 ± 0,002
787,54 ± 0,001
1166,05 ± 0,002
860,79 ± 0,002
909,63 ± 0,023
1141,62 ± 0,004

Melihat hasil analisis benzoat yang ada dalam
saos tomat tersebut ternyata ada beberapa saos
yang mengandung benzoat melebihi kadar

ISSN 1907-9850

maksimum yang diperbolehkan menurut
Peraturan
Mentri
Kesehatan
No.
722/MENKES/Per/IX/1988 maupun SNI 01-
354-1994 yaitu 1000 mg/kg (Anonimus, 1988
dan Kumara, 1986). Pada Tabel 2 dapat dilihat
bahwa saos tomat yang bermerek (sampel A, B,
dan C) mengandung pengawet benzoat jauh lebih
rendah dari batas maksimum (600,12 – 716,32
mg/kg). Sedangkan ada 3 jenis saos yang tidak
bermerek mengandung pengawet benzoat
melebihi batas maksimumyang diperbolehkan,
tapi selebihnya masih berada hanya sedikit di
bawah 1000 mg/kg. Dengan kata lain bahwa
sekitar 31,22% dari sampel saos tomat yang
mengandung pengawet benzoat melebihi batas
maksimum.
Penggunaan pengawet benzoat yang
ditemukan pada saos tomat yang tidak bermerek
melebihi
dari
kadar
maksimum
yang
diperbolehkan, menunjukkan bahwa ada
beberapa kemungkinan yang mendasari hal itu
seperti: (1) Kurangnya kontrol terhadap
produsen karena produknya tidak memiliki ijin
DepKes RI, (2) ketidaktahuan produsen terhadap
efek yang ditimbulkan oleh benzoat yang
berlebih terhadap orang yang mengkonsumsinya,
(3) adanya keinginan produsen agar produknya
awet dalam kurun waktu cukup lama sehingga
penambahan
bahan
pengawet
tidak
memperhatikan ketentuan yang berlaku.

SIMPULAN DAN SARAN

Adapun simpulan yang dapat diambil
dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Saos tomat yang beredar di wilayah Kota
Denpasar baik yang bermerek maupun tidak,
semuanya menggunakan bahan pengawet
benzoat yang ditunjukkan oleh uji positif
terhadap uji kualitatif.
2. Kadar benzoat pada saos tomat bekisar
antara 600,12 – 1271,86 mg/kg.
3. Saos tomat yang bermerek mengandung
benzoat lebih rendah dari batas maksimum
kadar
benzoat
yang
diperbolehkan.
Sementara itu, sekitar 33% sampel saos
tomat yang tidak bermerek mengandung

benzoat melebihi batas maksimum yang
diperbolehkan.

Saran

Berdasarkan
hasil
penelitian
ini
diharapkan agar masyarakat memperoleh
informasi tepat, bahwa semua saos tomat
mengandung bahan pengawet benzoat, sehingga
mereka dapat mengontrol dirinya untuk tidak
mengkonsumsi saos tomat secara berlebihan.
Begitu juga, diharapkan bahwa hasil penelitian
ini menjadi masukkan bagi BPOM dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pemeriksa setiap
produk makanan yang beredar di Denpasar
khususnya dan Bali umumnya.
















Additives

Zat aditif pada makanan adalah zat yang ditambahkan dan
dicampurkan dalam pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Jenisjenis
zat aditif antara lain pewarna, penyedap rasa, penambah aroma,
pemanis, pengawet, pengemulsi dan pemutih.
Zat aditif pada makanan ada yang berasal dari alam dan ada yang
buatan (sintetik). Untuk zat aditif alami tidak banyak menyebabkan efek
samping. Lain halnya dengan zat aditif sintetik.
CONTOH ZAT ADITIF :
Monosodium Glutamat
Monosodium glutamat atau MSG adalah salah satu bahan tambahan
makanan yang digunakan untuk menghasilkan flafour atau cita rasa yang
lebih enak dan lebih nyaman ke dalam masakan, banyak menimbulkan
kontroversi baik bagi para produsen maupun konsumen pangan karena
beberapa bagian masyarakat percaya bahwa bila mengkonsumsi makanan
yang mengandung MSG, mereka sering menunjukkan gejala-gejala alergi. Di
Cina gejala alergi ini dikenal dengan nama Chinese Restaurant Syndrome
(CRS).
Beberapa laporan menyatakan bahwa orang-orang yang makan di
restoran Cina, setelah pulang timbul gejala-gejala alergi sebagai berikut:
mula-mula terasa kesemutan pada punggung dan leher, bagian rahang
bawah, lengan serta punggung lengan menjadi panas, juga gejala-gejala lain
seperti wajah berkeringat, sesak dada dan pusing kepala akibat
mengkonsumsi MSG berlebihan. Gejala-gejala ini mula-mula ditemukan oleh
seorang dokter Cina yang bernama Ho Man Kwok pada tahun 1968 yaitu
timbulnya gejala-gejala tertentu setelah kira-kira 20 sampai 30 menit
konsumen menyantap makanan di restoran China.
Komisi penasehat FDA (FDA”s Advisory Committee) bidang
Hypersensitivity to Food Constituents dari hasil penelitiannya melaporkan 2
hal mengenai gejala CRS tersebut yaitu:
MSG dicurigai sebagai penyebab CRS dan pada saat itu ditemukan bahwa
ternyata hidangan sup itulah yang dianggap sebagai penyebab utama
timbulnya gejala CRS tersebut.
Kesimpulan Komisi Penasihat FDA terhadap penelitian tersebut yaitu
MSG tidak mempunyai potensi untuk mengancam kesehatan masyarakat
umum tetapi reaksi hipersensitif atau alergi akibat mengkonsumsi MSG
memang dapat terjadi pada sebagian kecil masyarakat. Ambang batas MSG
untuk manusia adalah 2 sampai 3 g, dan dengan dosis lebih dari 5 g maka
gejala alergi (CRS) akan muncul dengan kemungkinan 30 persen.
Penggunan vetsin (MSG) dalam beberapa jenis makanan bayi yang
dipasarkan dalam bentuk bubur halus, yang dikenal sebagai baby Foods
sesungguhnya dilakukan hanya untuk memikat konsumen (ibu-ibu) oleh rasa
lezat. Sedangkan pengaruhnya terhadap makanan, vetsin tidak akan
menambah gizi maupun selera makan bagi bayi karena bayi tidak begitu
peduli oleh rasa. Dari hasil penelitian Dr. John Alney dari fakultas Kedokteran
Universitas Washington, St. Louis pada tahun 1969 menunjukkan bahwa
penggunaan vetsin dalam dosis yang tinggi (0,5 mg/kg berat badan setiap
hari atau lebih) diberikan sebagai makanan kepada bayi-bayi tikus putih
menimbulkan kerusakan beberapa sel syaraf di dalam bagian otak yang
disebut Hypothalamus. Bagian otak inilah yang bertanggung jawab menjadi
pusat pengendalian selera makan, suhu dan fungsi lainnya yang penting.
Bagi ibu-ibu yang sedang mengandung dan mengkonsumsi MSG dalam
jumlah besar, di dalam plasentanya ternyata ditemukan MSG dua kali lebih
banyak dibanding dalam serum darah ibunya. Hal ini berarti jabang bayi
mendapat masukan MSG dua kali lebih besar.
Percobaan terhadap vetsin dari segi gizi dan rasa bagi bayi tidak ada
gunanya, maka penghindaran pemakaian dan konsumsi MSG bagi bayi dan
ibu mengandung perlu diperhatikan, dikurangi atau bila perlu dicegah.
Sakarin dan Siklamat
Penggunaan sakarin dan siklamat sebagai zat pemanis makanan dari
beberapa penelitian ternyata dapat menimbulkan karsinogen. Dari hasil uji
coba menunjukkan bahwa meningkatnya tumor kandung kemih pada tikus
melibatkan pemberian dosis kombinasi sakarin dan siklamat dengan
perbandingan 1: 9.
Siklamat yang memiliki tingkat kemanisan yang tinggi dan enak
rasanya tanpa rasa pahit walaupun tidak berbahaya dan digunakan secara
luas dalam makanan dan minuman selama bertahun-tahun, keamanannya
mulai diragukan karena dilaporkan dari hasil penelitian pada tahun 1969
bahwa siklamat dapat menyebabkan timbulnya kankaer kandung kemih pada
tikus yang diberi ransum siklamat. Hasil metabolisme siklamat yaitu
sikloheksilamina mempunyai sifat karsinogenik. Tingkat peracunan siklamat
melalui mulut pada tikus percobaan yaitu LD50 (50% hewan percobaan mati)
sebesar 12,0 g/kg berat badan. Penelitian lain menunjukkan bahwa siklamat dapat menyebabkan atropi yaitu terjadinya pengecilan testicular dan
kerusakan kromosom.
Pada penelitian lainnya menunjukkan bahwa siklamat terbukti tidak
bersifat karsinogen dan uji mutagenisitas jangka pendek tidak membuahkan
hasil yang konsisten. Hal ini menyebabkan siklamat di beberapa negara
diizinkan kembali penggunaannya, kecuali negara Amerika Serikat tidak
mengizinkan penggunaan siklamat sebagai zat tambahan makanan.
Di Indonesia menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No
722/Menkes/Per/1X/88 kadar maksimum asam siklamat yang diperbolehkan
dalam makanan berkalori rendah dan untuk penderita diabetes melitus adalah
3 g/kg bahan makanan/minuman. Menurut WHO batas konsumsi harian
siklamat yang aman (ADI) adalah 11 mg/kg berat badan. Sedangkan
pemakaian sakarin menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No
208/Menkes/Per/1V/85 tentang pemanis buatan dan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No 722/Menkes/Per/1X/88 tentang bahan tambahan pangan,
menyatakan bahwa pada makanan atau minuman olahan khusus yaitu
berkalori rendah dan untuk penderita penyakit diabetes melitus kadar
maksimum sakarin yang diperbolehkan adalah 300 mg/kg.
Tartrazin
Tartrazin adalah salah satu zat pewarna buatan yang berwarna kuning dan dipergunakan secara luas dalam berbagai makanan olahan. Zat pewarna ini telah diketahui dapat menginduksi reaksi alergi, terutama bagi orang yang alergi terhadap aspirin.
Asam Benzoat
Asam benzoat adalah zat pengawet yang sering dipergunakan dalam
saos dan sambal. Asam benzoat disebut juga senyawa antimikroba karena
tujuan penggunaan zat pengawet ini dalam kedua makanan tersebut untuk
mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri terutama untuk makanan yang
telah dibuka dari kemasannya. Jumlah maksimum asam benzoat yang boleh
digunakan adalah 1000 ppm atau 1 gram per kg bahan (permenkes No
722/Menkes/per/1X/1988). Pembatasan penggunaan asam benzoat ini
bertujuan agar tidak terjadi keracunan. Konsumsi yang berlebihan dari asam
benzoat dalam suatu bahan makanan tidak dianjurkan karena jumlah zat
pengawet yang masuk ke dalam tubuh akan bertambah dengan semakin
banyak dan seringnya mengkonsumsi. Lebih-lebih lagi jika dibarengi dengan
konsumsi makanan awetan lain yang mengandung asam benzoat. Asam
benzoat mempunyai ADI 5 mg per kg berat badan (hanssen, 1989 dalam
Warta Konsumen, 1997). Asam benzoat berdasarkan bukti-bukti penelitian
menunjukkan mempunyai toksinitas yang sangat rendah terhadap manusia
dan hewan. Pada manusia, dosis racun adalah 6 mg/kg berat badan melalui
injeksi kulit tetapi pemasukan melalui mulut sebanyak 5 sampai 10 mg/hari
selama beberapa hari tidak mempunyai efek negatif terhadap kesehatan.
Kalium Sorbat
Kalium sorbat merupakan salah satu dari garam-garaman sorbat yang
lainnya yaitu K, Na, dan Ca sorbat. Zat pengawet K-sorbat mempunyai fungsi
dan batasan maksimum penggunaan yang sama dengan asam benzoat. Oleh karena itu penggunaan K-sorbat sebagai pengawet dalam bahan makanan
juga tidak boleh berlebihan agar tidak terjadi keracunan. ADI K-sorbat adalah
25 mg/kg berat badan. Penggunaan maksimum K-sorbat dalam makanan
berkisar antara 0,05 – 0,3 % untuk yang diaplikasikan langsung dan antara
10 – 20 % untuk yang disemprotkan atau diaplikasikan pada permukaan
makanan. Garam sorbat itu lebih sering digunakan karena mempunyai
kelarutan yang lebih baik dalam air dan bekerja dalam keadaan tak
terdisosiasi, dengan keaktifan 10 – 600 kali bentuk asamnya.
Natrium nitrit atau sodium nitrit
Natrium nitrit merupakan zat tambahan pangan yang digunakan
sebagai pengawet pada pengolahan daging. Natrium nitrit sangat penting
dalam mencegah pembusukan terutama untuk keperluan penyimpanan,
transportasi dan ditribusi produk-produk daging. Natrium nitrit juga berfungsi
sebagai bahan pembentuk faktor-faktor sensori yaitu warna, aroma, dan cita
rasa. Oleh karena itu dalam industri makanan kaleng penggunaan zat
pengawet ini sangat penting karena dapat menyebabkan warna daging
olahannya menjadi merah atau pink dan nampak segar sehingga produk
olahan daging tersebut disukai oleh konsumen.
Menurut peraturan menteri kesehatan RI nomor
722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan menyatakan
bahwa kadar nitrit yang diijinkan pada produk akhir daging proses adalah 200
ppm. Sedangkan USDA (United States Departement Of Agriculture)
membatasi penggunaan maksimum nitrit sebagai garam sodium atau
potasium yaitu 239,7 g/100 L larutan garam, 62,8 g/100 kg daging untuk
daging curing kering atau 15,7 g/100 kg daging cacahan untuk sosis.
Bagi anak-anak dan orang dewasa pemakaian makanan yang
mengandung nitrit ternyata membawa pengaruh yang kurang baik. Nitrit
bersifat toksin bila dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan. Nitrit dalam
tubuh dapat mengurangi masuknya oksigen ke dalam sel-sel atau otak.

Bahan Kimia Pada Makanan


Quantcast
BAHAN KIMIA PADA MAKANAN
A. Pengertian Zat Adiktif
Zat adiktif pada makanan atau disebut bahan tambahan makanan menurut pengertian Departemen Kesehatan RI adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingreditas (komposisi) khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatannya, dan untuk menghasilkan dan mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Zat adiktif pada makanan tidak boleh digunakan untuk menutupi kerusakan dari makanan.
1. Zat Adiktif Makanan
a. Antioksidan yaitu bahan untuk mencegah/menghambat oksidasi (ketengikan).
Contoh : BHA(Butil Hidroksi Anisol), BHT (Butil Hidroksi Toluena), TBHQ (Tersier Butil Hidroksi Quinolin)
b. Pengatur keasaman adalah bahan untuk mengatur keasaman.
Contoh : Asam asetat(asam cuka), asam sitrat, asam tartrat.
c. Pemanis sintetis untuk mengatur rasa manis atau menggantikan gula.
Contoh : Sakarin, siklamat dan Aspartam.
d. Pengawet adalah bahan untuk mencegah atau menghambat penguraian(kerusakan) makanan oleh mikroorganisme.
Contoh : Asam benzoate, asam sorbat
e. Pewarna digunakan untuk memperbaiki atau member warna pada makanan.
Contoh : beta karoten , turmeric, tartrazin, karmoisin.
f. Penyedap rasa untuk mempertegas rasa.
Contoh : Vetsin (MSG), HPV (Hydrolisis Vegetable Protein), garam guanilat dan garam inosilat.
2. Keuntungan Penggunaan Zat Adiktif Makanan.
a. Menghasilkan makanan yang tahan lama dengan tetap segar dan tidak berubah rasa.
b. Mencegah reaksi yang dapat membahayakan kesehatan dari makanan jika disimpan lama (makanan tetap aman).
B. BATAS PENGGUNAAN.
Batasan penggunaan berdasarkan resiko adalah ADI (Acceptable Daily Intake) yaitu batasan yang tidak menimbulkan resiko/bahaya jika dikomsumsi oleh manusia. Perhitungannya dengan menggunakan perkilo gram bobot badan.
BAHAN KIMIA PADA MAKANAN
A. Pengertian Zat Adiktif
Zat adiktif pada makanan atau disebut bahan tambahan makanan menurut pengertian Departemen Kesehatan RI adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingreditas (komposisi) khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatannya, dan untuk menghasilkan dan mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Zat adiktif pada makanan tidak boleh digunakan untuk menutupi kerusakan dari makanan.
1. Zat Adiktif Makanan
a. Antioksidan yaitu bahan untuk mencegah/menghambat oksidasi (ketengikan).
Contoh : BHA(Butil Hidroksi Anisol), BHT (Butil Hidroksi Toluena), TBHQ (Tersier Butil Hidroksi Quinolin)
b. Pengatur keasaman adalah bahan untuk mengatur keasaman.
Contoh : Asam asetat(asam cuka), asam sitrat, asam tartrat.
c. Pemanis sintetis untuk mengatur rasa manis atau menggantikan gula.
Contoh : Sakarin, siklamat dan Aspartam.
d. Pengawet adalah bahan untuk mencegah atau menghambat penguraian(kerusakan) makanan oleh mikroorganisme.
Contoh : Asam benzoate, asam sorbat
e. Pewarna digunakan untuk memperbaiki atau member warna pada makanan.
Contoh : beta karoten , turmeric, tartrazin, karmoisin.
f. Penyedap rasa untuk mempertegas rasa.
Contoh : Vetsin (MSG), HPV (Hydrolisis Vegetable Protein), garam guanilat dan garam inosilat.
2. Keuntungan Penggunaan Zat Adiktif Makanan.
a. Menghasilkan makanan yang tahan lama dengan tetap segar dan tidak berubah rasa.
b. Mencegah reaksi yang dapat membahayakan kesehatan dari makanan jika disimpan lama (makanan tetap aman).
B. BATAS PENGGUNAAN.
Batasan penggunaan berdasarkan resiko adalah ADI (Acceptable Daily Intake) yaitu batasan yang tidak menimbulkan resiko/bahaya jika dikomsumsi oleh manusia. Perhitungannya dengan menggunakan perkilo gram bobot badan.
Zat Adiktif
Batasan PERMENKES RI per kg Makanan
Batasan ADI per kg Bobot Badan
BHA
100 mg-1000 mg
0 – 0,3 mg
BHT
100 mg-1000 mg
0 – 0,125 mg
Asam Asetat
Secukupnya
Tidak ada batasan
Asam Sitrat
5 g – 40 g
Tidak ada batasan
Sakarin
50 mg – 300 mg
-
Siklamat
500 mg – 3 g
-
Aspartam
-
-
Asam Benzoat
600 mg – 1 g
0,5 mg
Asam Sorbat
500 mg – 3 g
0, 25 mg
Beta karoten
100 mg – 600 mg
-
Karamal
150 mg – 300 mg
Tidak ada batasan
Tartrazin
30 mg-300 mg
0-7,5 mg
Karmoisin
50 mg-300 mg
0 -4 mg
Eritrosin
30 mg- 300 mg
0-0,6 mg
MSG
secukupnya
0-120 mg
Catatan : batasan menurut PERMENKES RI tergantung dari jenis makanan dari batasan terkecil sampai terbesar.
C. BAHAYA DAN KERUGIAN ZAT ADIKTIF
Untuk zat adiktif alami (dari alam) tidak banyak menimbulkan bahaya bagi kesehatan, sedangkan untuk zat adiktif sintetis sering menimbulkan resiko bagi kesehatan.
1. Penggunaan Penyedap Rasa.
Penyedap rasa yang umum digunakan adalah vetcin. Vesin atau Mono Sodium Glutamat merupakan garam dari asam glutamate yang merupakan asam amino yang sering terdapat pada hasil fermentasi pembuatan kecap.
HOOC – CH2- CH2 – CH-COONa
NH2
MSG dibuat dari fermentasi tetes tebu(karbohidrat) dengan bantuan bakteri Micrococcus Glutamicus
Dalam jumlah yang wajar tidak menimbulkan resiko, tetapi dalam jumlah berlebih MSG menimbulkan , gejala “Chinese Restaurant Syndrome” yaitu gejala dengan adanya rasa haus, letih atau sakit kepala.
Di Negara maju MSG masih dipertentangkan, hanya tidak boleh untuk makanan bayi dibawah 3 bulan.
2. Penggunaan Pemanis Sintetis
Termasuk pemanis sintetis
a. Dulsin : Tingkat kemanisan dulsin 250 kali gula, pemanis ini dilarang oleh Depkes RI
b.Sakarin : Tingkat kemanisan sakarin 500 kali gula.
c. Siklamat : Tingkat kemanisan siklamat 50 kali gula
d. Aspartam : Tingkat kemanisan Aspartam 200 kali gula.
Pemanis sintetis dengan tingkat kemanisan tinggi, banyak digunakan untuk mengganti gula. Digunakan juga untuk penderita diabetes dan diet.
3. Penggunaan Pewarna
Pewarna yang digunakan oleh Depkes RI dikelompokan :
a. Pewarna alami : beta karoten, khlorophyl, kurkumin, caramel.
b. Pewarna sintetis : Tartrazin, karmoisin, biru berlian, teritrosin, indigotin, sunset yellow FCF, hijau FCF, poncean 4R dan lain-lain
Pewarna sintetis yang diijinkan jika digunakan dalam jumlah wajar, tidak menimbulkan resiko. Tetapi ada beberapa pewarna sintetis dalam jumlah berlebih menyebabkan kanker kandung kemih dan kelainan pada ginjal.
Pewarna yang dilarang Depkes RI adalah pewarna sintetis untuk tekstil tetapi disalahgunakan (dipakai untuk makanan). Contohnya rhodamin B, Auramin, Magenta dan lain-lain yang banyak dipakai pada terasi, sirup atau makanan tanpa ijin Depkes RI. Pewarna ini berbahaya dan akan terakumulasi pada tubuh dan menyebabkan kerusakan pada ginjal, kandung kemih dan kanker.
4. Penggunaan Pengawet.
Pengawet yang diijinkan :
a. Na-benzoat
b. K- sorbet
Kedua senyawa ini dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pengawet yang paling aman adalah asam cuka (untuk acar), Gula(untuk manisan) dan garam (untuk asinan ikan atau telur). Pengawet yang dilarang Depkes RI adalah asam salisilat.
PENGAWETAN DAN BAHAN KIMIA
1) PENGAWETAN SECARA ALAMI
Proses pengawetan secara alami meliputi pemanasan (pengeringan & pengasapan),pendinginan dan penggaraman.
a. Pendinginan
Teknik ini adalah teknik yang paling terkenal karena sering digunakan oleh masyarakat umum di desa dan di kota. Konsep dan teori dari sistem pendinginan adalah memasukkan makanan pada tempat atau ruangan yang bersuhu sangat rendah. Untuk mendinginkan makanan atau minuman bisa dengan memasukkannya ke dalam kulkas atau lemari es atau bisa juga dengan menaruh di wadah yang berisi es. Biasanya para nelayan menggunakan wadah yang berisi es untuk mengawetkan ikan hasil tangkapannya. Di rumah-rumah biasanya menggunakan lemari es untuk mengawetkan sayur, buah, daging, sosis, telur, dan lain sebagainya. Suhu untuk mendinginkan makanan biasa biasanya bersuhu 15 derajat celsius. Sedangkan agar tahan lama biasanya disimpan pada tempat yang bersuhu 0 sampai -4 derajat selsius.
b. Pengasapan
Cara pengasapan adalah dengan menaruh makanan dalam kotak yang kemudian diasapi dari bawah.Teknik pengasapan sebenarnya tidak membuat makanan menjadi awet dalam jangka waktu yang lama, karena diperlukan perpaduan dengan teknik pengasinan dan pengeringan.
c. Pengalengan, Sistem yang satu ini memasukkan makanan ke dalam kaleng alumunium atau bahan logam lainnya, lalu diberi zat kimia sebagai pengawet seperti garam, asam, gula dan sebagainya. Bahan yang dikalengkan biasanya sayur-sayuran, daging, ikan, buah-buahan, susu, kopi, dan banyak lagi macamnya. Tehnik pengalengan termasuk paduan teknik kimiawi dan fisika. Teknik kimia yaitu dengan memberi zat pengawet, sedangkan fisika karena dikalengi dalam ruang hampa udara.
d. Pengeringan
Mikro organisme menyukai tempat yang lembab atau basah mengandung air. Jadi teknik pengeringan membuat makanan menjadi kering dengan kadar air serendah mungkin dengan cara dijemur, dioven, dipanaskan, dan sebagainya. Semakin banyak kadar air pada makanan, maka akan menjadi mudah proses pembusukan makanan.
e. Pemanisan
Pemanisan makanan yaitu dengan menaruh atau meletakkan makanan pada medium yang mengandung gula dengan kadar konsentrasi sebesar 40% untuk menurunkan kadar mikroorganisme. Jika dicelup pada konsenstrasi 70% maka dapat mencegah kerusakan makanan. Contoh makanan yang dimaniskan adalah seperti manisan buah, susu, jeli, agar-agar, dan lain sebagainya.
f. Pengasinan
Cara yang terakhir ini dengan menggunakan bahan NaCl atau yang kita kenal sebagai garam dapur untuk mengawetkan makanan. Tehnik ini disebut juga dengan sebutan penggaraman. Garam dapur memiliki sifat yang menghambat perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk makanan. Contohnya seperti ikan asin yang merupakan paduan antara pengasinan dengan pengeringan.
2) PENGAWETAN SECARA BIOLOGIS
Proses pengawetan secara biologis misalnya dengan peragian (fermentasi).
a. Peragian (Fermentasi)
Merupakan proses perubahan karbohidrat menjadi alkohol. Zat-zat yang bekerja pada proses ini ialah enzim yang dibuat oleh sel-sel ragi. Lamanya proses peragian tergantung dari bahan yang akan diragikan.
b. Enzim
Enzim adalah suatu katalisator biologis yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan dapat membantu mempercepat bermacam-macam reaksi biokimia. Enzim yang terdapat dalam makanan dapat berasal dari bahan mentahnya atau mikroorganisme yang terdapat pada makanan tersebut. Bahan makanan seperti daging, ikan susu, buah-buahan dan biji-bijian mengandung enzim tertentu secara normal ikut aktif bekerja di dalam bahan tersebut. Enzim dapat menyebabkan perubahan dalam bahan pangan. Perubahan itu dapat menguntungkan ini dapat dikembangkan semaksimal mungkin, tetapi yang merugikan harus dicegah. Perubahan yang terjadi dapat berupa rasa, warna, bentuk, kalori, dan sifat-sifat lainnya. Beberapa enzim yang penting dalam pengolahan daging adalah bromelin dari nenas dan papain dari getah buah atau daun pepaya.
c. Enzim Bromalin
Didapat dari buah nenas(air 90%, Kalium, Kalsium, lodium, Sulfur, Khlor, Asam, Biotin, Vitamin B12, Vitamin E serta Enzim Bromelin). digunakan untuk mengempukkan daging. Aktifitasnya dipengaruhi oleh kematangan buah, konsentrasi pemakaian, dan waktu penggunaan. Untuk memperoleh hasil yang maksimum sebaiknya digunakan buah yang muda. Semakin banyak nenas yang digunakan, semakin cepat proses bekerjanya.
d. Enzim Papain
Berupa getah pepaya, disadap dari buahnya yang berumur 2,5-3 bulan. Dapat digunakan untuk mengepukan daging, bahan penjernih pada industri minuman bir, industri tekstil, industri penyamakan kulit, industri pharmasi dan alat-alat kecantikan (kosmetik) dan lain-lain. Enzim papain biasa diperdagangkan dalam bentuk serbuk putih kekuningan, halus, dan kadar airnya 8%. Enzim ini harus disimpan dibawah suhu 60o C. Pada 1 (satu) buah pepaya dapat dilakukan 5 kali sadapan. Tiap sadapan menghasilkan + 20 gram getah. Getah dapat diambil setiap 4 hari dengan jalan menggoreskan buah tersebut dengan pisau.
3) PENGAWETAN SECARA KIMIA
Menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lian. Proses pengasapan juga termasuk cara kimia sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan ke dalam makanan yang diawetkan. Apabila jumlah pemakaiannya tepat, pengawetan dengan bahan-bahan kimia dalam makanan sangat praktis karena dapat menghambat berkembangbiaknya mikroorganisme seperti jamur atau kapang, bakteri, dan ragi.
a. Asam propionat (natrium propionat atau kalsium propionat)
Sering digunakan untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang. Untuk bahan tepung terigu, dosis maksimum yang digunakan adalah 0,32 % atau 3,2 gram/kg bahan; sedngkan untuk bahan dari keju, dosis maksimum sebesar 0,3 % atau 3 gram/kg bahan.
b. Asam Sitrat (citric acid)
Merupakan senyawa intermedier dari asam organik yang berbentuk kristal atau serbuk putih. Asam sitrat ini maudah larut dalam air, spriritus, dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta jika dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai menjadi arang. Asam sitrat juga terdapat dalam sari buah-buahan seperti nenas, jeruk, lemon, markisa. Asam ini dipakai untuk meningkatkan rasa asam (mengatur tingkat keasaman) pada berbagai pengolahan minum, produk air susu, selai, jeli, dan lain-lain. Asam sitrat berfungsi sebagai pengawet pada keju dan sirup, digunakan untuk mencegah proses kristalisasi dalam madu, gula-gula (termasuk fondant), dan juga untuk mencegah pemucatan berbagai makanan, misalnya buah-buahan kaleng dan ikan. Larutan asam sitrat yang encer dapat digunakan untuk mencegah pembentukan bintik-bintik hitam pada udang. Penggunaan maksimum dalam minuman adalah sebesar 3 gram/liter sari buah.
c. Benzoat (acidum benzoicum atau flores benzoes atau benzoic acid)
Benzoat biasa diperdagangkan adalah garam natrium benzoat, dengan cirri-ciri berbentuk serbuk atau kristal putih, halus, sedikit berbau, berasa payau, dan pada pemanasan yang tinggi akan meleleh lalu terbakar
d. Bleng
Merupakan larutan garam fosfat, berbentuk kristal, dan berwarna kekuning-kuningan. Bleng banyak mengandung unsur boron dan beberapa mineral lainnya. Penambahan bleng selain sebagai pengawet pada pengolahan bahan pangan terutama kerupuk, juga untuk mengembangkan dan mengenyalkan bahan, serta memberi aroma dan rasa yang khas. Penggunaannya sebagai pengawet maksimal sebanyak 20 gram per 25 kg bahan. Bleng dapat dicampur langsung dalam adonan setelah dilarutkan dalam air atau diendapkan terlebih dahulu kemudian cairannya dicampurkan dalam adonan.
e. Garam dapur (natrium klorida)
Garam dapur dalam keadaan murni tidak berwarna, tetapi kadang-kadang berwarna kuning kecoklatan yang berasal dari kotoran-kotoran yang ada didalamnya. Air laut mengandung + 3 % garam dapur. Garam dapur sebagai penghambat pertumbuhan mikroba, sering digunakan untuk mengawetkan ikan dan juga bahan-bahan lain. Pengunaannya sebagai pengawet minimal sebanyak 20 % atau 2 ons/kg bahan.
f. Garam sulfat
Digunakan dalam makanan untuk mencegah timbulnya ragi, bakteri dan warna kecoklatan pada waktu pemasakan.
g. Gula pasir
Digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif bila dipakai dengan tujuan menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan pengawet, pengunaan gula pasir minimal 3% atau 30 gram/kg bahan.
h. Kaporit (Calsium hypochlorit atau hypochloris calsiucus atau chlor kalk atau kapur klor)
Merupakan campuran dari calsium hypochlorit, -chlorida da -oksida, berupa serbuk putih yang sering menggumpal hingga membentuk butiran. Biasanya mengandung 25~70 % chlor aktif dan baunya sangat khas. Kaporit yang mengandung klor ini digunakan untuk mensterilkan air minum dan kolam renang, serta mencuci ikan.
i. Natrium Metabisulfit
Natrium metabisulfit yang diperdagangkan berbentuk kristal. Pemakaiannya dalam pengolahan bahan pangan bertujuan untuk mencegah proses pencoklatan pada buah sebelum diolah, menghilangkan bau dan rasa getir terutama pada ubi kayu serta untuk mempertahankan warna agar tetap
menarik. Natrium metabisulfit dapat dilarutkan bersama-sama bahan atau diasapkan. Prinsip pengasapan tersebut adalah mengalirkan gas SO2 ke dalam bahan sebelum pengeringan. Pengasapan dilakukan selama + 15 menit. Maksimum penggunaannya sebanyak 2 gram/kg bahan. Natrium metabisulfit yang berlebihan akan hilang sewaktu pengeringan.
j. Nitrit dan Nitrat
Terdapat dalam bentuk garam kalium dan natrium nitrit. Natrium nitrit berbentuk butiran berwarna putih, sedangkan kalium nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Nitrit dan nitrat dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam waktu yang singkat. Sering digunakan pada danging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah daging. Jumlah nitrit yang ditambahkan biasanya 0,1 % atau 1 gram/kg bahan yang diawetkan. Untuk nitrat 0,2 % atau 2 gram/kg bahan. Apabila lebih dari jumlah tersebut akan menyebabkan keracunan, oleh sebab itu pemakaian nitrit dan nitrat diatur dalam undang-undang. Untuk mengatasi keracunan tersebut maka pemakaian nitrit biasanya dicampur dengan nitrat dalam jumlah yang sama. Nitrat tersebut akan diubah menjadi nitrit sedikit demi sedikit sehingga jumlah nitrit di dalam daging tidak berlebihan.
k. Sendawa
Merupakan senyawa organik yang berbentuk kristal putih atau tak berwarna, rasanya asin dan sejuk. Sendawa mudah larut dalamair dan meleleh pada suhu 377oC. Ada tiga bentuk sendawa, yaitu kalium nitrat, kalsium nitrat dan natrium nitrat. Sendawa dapat dibuat dengan mereaksikan kalium khloridadengan asam nitrat atau natrium nitrat. Dalam industri biasa digunakan untuk membuat korek api, bahan peledak, pupuk, dan juga untuk pengawet bahan pangan. Penggunaannya maksimum sebanyak 0,1 % atau 1 gram/kg bahan.
l. Zat Pewarna
Zat pewarna ditambahkan ke dalam bahan makanan seperti daging, sayuran, buah-buahan dan lain-lainnya untuk menarik selera dankeinginan konsumen. Bahan pewarna alam yang sering digunakan adalah kunyit, karamel dan pandan. Dibandingkan dengan pewarna alami, maka bahan pewarna sintetis mempunyai banyak kelebihan dalam hal keanekaragaman warnanya, baik keseragaman maupun kestabilan, serta penyimpanannya lebih mudah dan tahan lama. Misalnya carbon black yang sering digunakan untuk memberikan warna hitam, titanium oksida untuk memutihkan, dan lainlain. Bahan pewarna alami warnanya jarang yang sesuai dengan yang dinginkan.
PROSES BEBAS KUMAN
Ada dua cara proses bebas kuman, yaitu sterilisasi dan pasteurisasi.
1. Sterilisasi
Adalah proses bebas kuman, virus, spora dan jamur. Keadaan steril ini dapat dicapai dengan cara alami maupun kimiawi.
a. Secara alami dapat dilakukan dengan:
- memanaskan alat-alat dalam air mendidih pada suhu 100oC selama 15 menit, untuk mematikan kuman dan virus.
- memanaskan alat-alat dalam air mendidih pada suhu 120 oC selama 15 menit untuk mematikan spora dan jamur.
b. Secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan antiseptik dan desinfektan.
– Antiseptik
Merupakan zat yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Ada
beberapa bahan yang sering digunakan sebagai antiseptik, antara lain:
a. Alkohol, efektif digunakan dengan kepekatan 50-70 %; untuk memecah protein yang ada dalam kuman penyakit sehingga pertumbuhannya terhambat.
b. Asam dan alkali, penggunaannya sama dengan alkohol.
c. Air raksa (hidrargirum=Hg), arsenikum (As) dan Argentum (Ag), yang bekerja melalui sistem enzim pada kuman penyakit.
d. Pengoksida, juga bekerja pada sistem enzim kuman penyakit. Terdiri dari iodium untuk desinfektan kulit dan chlor untuk desinfektan air minum.
e. Zat warna, terutama analin dan akridin yang dipakai untuk mewarnai kuman penyakit sehingga mudah untuk menemukan jaringan mana dari kuman tersebut yang akan dihambat pertumbuhannya.
f. Pengalkil, yang digunakan untuk memecah protein kuman sehingga aktifitasnya terhambat. Contohnya adalah formaldehid.
- Desinfektan
Merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh kuman penyakit lainnya. Jenis desinfektan yang biasa digunakan adalah chlor atau formaldehid. Jenis ini lebih efektif bila dicampur dengan air terutama dalam pembuatan es. Untuk menjaga kualitas ikan penggunaan chlor sebanyak 0,05 % atau 0,5 gram/liter air sangat efektif
2. Pasteurisasi
Dilakukan dengan memanaskan tempat yang telah diisi makanan atau minuman dalam air mendidih pada suhu sekurang-kurangnya 63o C selama 30 menit, kemudian segera diangkat dan didinginkan hingga suhu maksimum 10o C. Dengan cara ini maka pertumbuhan bakteri dapat dihambat dengan cepat tanpa mempengaruhi rasa makanan dan minuman. Contoh Pengolahan Makanan dengan buah nenas dengan zat kimia alami dan buatan.Dalam pengolahan buah nenas menjadi makanan kalengan dibutuhkan bahan pengawet dan bahan kimia.
Adapun bahan- bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan buah nenas dapat dilihat pada tabel berikut:
Nama bahan-bahan pengawet dan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan buah nenas menjadi makanan kalengan
No
Jenis –Jenis makanan yang diolah
Bahan pengawet dan bahan kimia yang digunakan
1
Jam nenas
- Nenas setengah masak 4 buah
- Asam sitrat 3-4 gram
- Natrium benzoate 2,5 kg
- Gula pasir ¾ gram
- Garam secukupnya
2
Manisan nenas
- buah nenas setengah masak
- gula pasir 1 kg
- asam sitrat
- kapur sirih
- garam dan air secukupnya
3
Nenas Kaleng
- buah nenas 15 buah untuk membuat 10 kg nenas kaleng
- gula pasir 600 g/air
- asam sitrat 3 untuk setiap 1 larutan gula
4
Sari Buah Nenas
- buah nenas yang sudah matang
- gula pasir
- ammonium phosphate
- asam cuka
5
Nata de Pina
- buah nenas
- asam cuka
- gula pasir
- Starter
6
Jeli Nenas
- Buah nenas yang mentah
- Gula halus
- Pectin
- Asam sitrat
- Natrium sitrat
7
Dodol Nenas
- Buah nenas setengah masak 2 buah
- Beras ketan ¼ kg
- Gula pasir 1,5 kg
- Garam secukupnya
Keterangan :
a) Gula pasir
Digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif bila dipakai dengan tujuan menghmbat pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan- bahan pengawet, penggunaan gula minimal 3%atau 30 gram/kg bahan.
b) Garam dapur
Garam dapur dalam keadaan murni tidak berwarna, tetapi kadang-kadang berwarna kuning kecoklatan yang berasal dari kotoran-kotoran yang ada didalamnya. Air laut mengandung +3% garam dapur. Garam dapur sebagai penghambat pertumbuhan mikroba, sering digunakan untuk mengawetkan dan juga bahan-bahan lain. Penggunaannya sebagai pengawet minimal sebanyak 20% tau 2 ons /kg bahan
BAHAN-BAHAN PENGAWET YANG DIIZINKAN:


1. Asam benzoat,
2. Asam propionat,
3. Asam sorbat,
4. Sulfur dioksida,
5. Etil p-hidroksi benzoat,
6. Kalium benzoat,
7. Kalium sulfit,
8. Kalium bisulfit,
9. Kalium nitrat,
10. Kalium nitrit,
11. Kalium propionat,
12. Kalium sorbat,
13. Kalsium propionat,
14. Kalsium sorbat,
15. Kalsium benzoat,
16. natrium benzoat,
17. metil-p-hidroksi benzoat,
18. natrium sulfit,
19. natrium bisulfit,
20. natirum metabisulfit,
21. natrium nitrat,
22. natrium nitrit,
23. natrium propionat,
24. nisin, dan
25. propil-p-hidroksi benzoat.



BAHAN PENGAWET YANG DIIZINKAN NAMUN KURANG AMAN
Beberapa zat pengawet berikut diindikasikan menimbulkan efek negatif jika dikonsumsi oleh individu tertentu, semisal yang alergi atau digunakan secara berlebihan.
a. Kalsium Benzoat
Bahan pengawet ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil toksin (racun), bakteri spora dan bakteri bukan pembusuk. Senyawa ini dapat mempengaruhi rasa. Bahan makanan atau minuman yang diberi benzoat dapat memberikan kesan aroma fenol, yaitu seperti aroma obat cair. Asam benzoat
digunakan untuk mengawetkan minuman ringan, minuman anggur, saus sari buah, sirup, dan ikan asin. Bahan ini bisa menyebabkan dampak negatif pada penderita asma dan bagi orang yang peka terhadap aspirin. Kalsium Benzoat bisa memicu terjadinya serangan asma.
b.Sulfur Dioksida (SO2)
Bahan pengawet ini juga banyak ditambahkan pada sari buah, buah kering, kacang kering, sirup dan acar. Meski bermanfaat, penambahan bahan pengawet tersebut berisiko menyebabkan perlukaan lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan alergi.
c. Kalium nitrit
Kalium nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Bahan ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam waktu yang singkat. Sering digunakan pada daging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah agar tampak selalu segar, semisal daging kornet. Jumlah nitrit yang ditambahkan biasanya 0,1% atau 1 gram/kg bahan yang diawetkan. Untuk nitrat 0,2% atau 2 gram/kg bahan. Bila lebih dari jumlah tersebut bisa menyebabkan keracunan, selain dapat mempengaruhi kemampuan sel darah membawa oksigen ke berbagai organ tubuh, menyebabkan kesulitan bernapas, sakit kepala, anemia, radang ginjal, dan muntah-muntah.
d.Kalsium Propionat/Natrium Propionat
Keduanya yang termasuk dalam golongan asam propionat sering digunakan untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang, Bahan pengawet ini biasanya digunakan untuk produk roti dan tepung. Untuk bahan tepung terigu, dosis maksimum yang disarankan adalah 0,32% atau 3,2 gram/kg bahan. Sedangkan untuk makanan berbahan keju, dosis maksimumnya adalah 0,3% atau 3 gram/kg bahan. Penggunaaan melebihi angka maksimum tersebut bisa menyebabkan migren, kelelahan, dan kesulitan tidur.
e.Natrium Metasulfat
Sama dengan Kalsium dan Natrium Propionat, Natrium Metasulfat juga sering digunakan pada produk roti dan tepung. Bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan alergi pada kulit.
f. Asam Sorbat
Beberapa produk beraroma jeruk, berbahan keju, salad, buah dan produk minuman kerap ditambahkan asam sorbat. Meskipun aman dalam konsentrasi tinggi, asam ini bisa membuat perlukaan di kulit. Batas maksimum penggunaan asam sorbat (mg/l) dalam makanan berturut-turut adalah sari buah 400; sari buah pekat 2100; squash 800; sirup 800; minuman bersoda 400.
BAHAN PENGAWET YANG TIDAK AMAN
a. Natamysin
Bahan yang kerap digunakan pada produk daging dan keju ini, bisa menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makan, diare dan perlukaan kulit.
b.Kalium Asetat
Makanan yang asam umumnya ditambahi bahan pengawet ini. Padahal bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan rusaknya fungsi ginjal.
c. Butil Hidroksi Anisol (BHA)
Biasanya terdapat pada daging babi dan sosisnya, minyak sayur, keripik kentang, pizza, dan teh instan. Bahan pengawet jenis ini diduga bisa menyebabkan penyakit hati dan memicu kanker.
TIPS AMAN MEMILIH MAKANAN:
1. Amati apakah makanan tersebut berwarna mencolok atau jauh berbeda dari warna aslinya. Snack, kerupuk, mi, es krim yang berwarna terlalu mencolok ada kemungkinan telah ditambahi zat pewarna yang tidak aman. Demikian juga dengan warna daging sapi olahan yang warnanya tetap merah, sama dengan daging segarnya.
2. Jangan lupa cicipi juga rasanya. Biasanya lidah kita juga cukup jeli membedakan mana makanan yang aman dan mana yang tidak. Makanan yang tidak aman umumnya berasa tajam, semisal sangat gurih dan membuat lidah bergetar.
3. Perhatikan juga kualitas makanan tersebut, apakah masih segar, atau malah sudah berjamur yang bisa menyebabkan keracunan. Makanan yang sudah berjamur menandakan proses pengawetan tidak berjalan sempurna, atau makanan tersebut sudah kedaluwarsa.
4. Baui juga aromanya. Bau apek atau tengik pertanda makanan tersebut sudah rusak atau terkontaminasi oleh mikroorganisme.
5. Amati komposisinya. Bacalah dengan teliti adakah kandungan bahan-bahan makanan tambahan yang berbahaya yang bisa merusak kesehatan.
6. Ingat juga, kriteria aman itu bervariasi. Aman buat satu orang belum tentu aman buat yang lainnya. Bisa saja pada anak tertentu bahan pengawet ini menimbulkan reaksi alergi. Tentu saja reaksi semacam ini tidak akan muncul jika konsumennya tidak memiliki riwayat alergi.
7. Kalaupun hendak membeli makanan impor, usahakan produknya telah terdaftar di Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) yang bisa dicermati dalam label yang tertera di kemasannya.